REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi menjelaskan fenomena daya beli turun dan menurunnya pendapatan ritel karena kehadiran transaksi belanja daring tak membuat penerimaan pajak menurun. Hal ini dilihat dari naiknya pajak di sektor jasa yang mencapai 130 persen.
Ken menilai, hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih tinggi. Hanya saja, transformasi cara beli karena adanya transaksi daring membuat seakan daya beli masyarakat yang biasanya dilakukan secara langsung menurun.
"Bukan daya beli yang turun, yang berubah adalah tata cara pembayaran. Dulu pergi ke mal, sekarang online. Pajak atas jasa kurir itu naik 130 persen pada September kemarin," ujar Ken di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (6/10).
Dia membantah adanya penurunan bisnis sejumlah usaha. Menurutnya, transformasi cara pembelian dari konvensional ke daring malah membuat bisnis sektor jasa dan pengiriman kurir melonjak.
"Belanja saja kan yang online. Nanti kan di antarnya tetap pakai jasa. Nah sektor ini yang dongkrak pajak," ujar Ken.
Ia juga menjelaskan tidak semua jenis usaha mengalami penurunan daya beli. Sektor jasa seperti salon dan babershop juga tidak terpengaruh dengan adanya transaksi daring. "Ada jenis usaha yang tidak akan terpengaruh online, misal barbershop. Nggak bisa. Restoran tidak akan bisa diubah dengan teknologi. Meskipun ada (layanan dari Gojek) Go food, tapi untuk nongkrong itu nggak bisa online," kata Ken.