REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan program standardisasi pondok pesantren bukan untuk menyeragamkan pesantren. "Jadi bukan menyamakan lewat standardisasi karena setiap pesantren memiliki kekhasannya masing-masing," kata Kamaruddin di sela jumpa pers Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI) VIII bertema "Merawat Keberagaman, Memantapkan Keberagamaan" di kantornya Jakarta, Jumat (6/10).
Dia mengatakan standardisasi pesantren adalah untuk mendorong terwujudnya standar penyelenggaraan pendidikan minimum untuk pesantren dengan sembari membiarkan keberagaman kurikulum pondok pesantren yang khas. Standar paling awal yang bisa dimulai, kata dia, adalah dengan mengidentifikasi dan membuat standar minimal kitab yang dipelajari di pondok pesantren. Perkembangan terkini pembuatan standar itu sudah memasuki tahap akhir dan jika sudah selesai targetnya pada akhir tahun sudah dapat diterapkan.
Apabila tahapan itu sudah selesai, kata dia, maka sejumlah pesantren akan menggunakan kitab yang sesuai standar dengan dasar pijakan surat imbauan dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) atau minimal Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam. Pemerintah, lanjut dia, tidak akan lepas tangan begitu saja dengan peraturan tersebut melainkan akan tetap melakukan pendampingan terhadap pesantren terkait kitab standar minimal bagi pesantren.
Dia mengatakan pengelola pondok pesantren tetap memiliki keleluasaan mengelola kurikulumnya dengan tetap mengajarkan kitab di luar standar minimal itu. Hanya saja, dengan standar minimal kitab tentu pesantren akan terpicu dengan standar ilmu yang sebaiknya diajarkan di suatu pesantren sehingga kualitas keilmuan ponpes turut terangkat.
Menurut dia, standardisasi pesantren bermuara pada terangkatnya kualitas ponpes, terutama dari segi keilmuan, tanpa merusak kekhasan lembaga pendidikan keagamaan Islam khas Indonesia tersebut. Selanjutnya, unsur yang perlu diperbaiki dalam standardisasi pesantren adalah penyetaraan kualitas pengasuh ponpes yang biasanya diperankan oleh kiai atau ulama.
Kiai, kata dia, pada umumnya memiliki tingkat keilmuan yang dalam dan memiliki pengetahuan luas. Akan tetapi, dari segi pendidikan formal mereka belum memiliki gelar akademik hitam. Maka dari itu, perlu penyetaraan pengasuh pondok pesantren termasuk para pengajarnya agar memiliki sertifikat atau ijazah formal.
Dengan begitu, dia berharap pengasuh dan pengajar di pesantren bisa mendapatkan nilai lebih lewat pendidikan formal sehingga pesantren juga bisa terangkat kualitas keilmuannya. "Nanti bisa disetarakan dengan apa itu nanti kita buat aturannya, instrumen-instrumennya supaya bisa menjadi standar minimal pondok pesanteren begitu," kata dia.