REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2049. Kondisi Kota Los Angeles, AS, amat jauh berbeda. Teknologi teramat canggih, sayangnya alam tergerus habis sampai tidak ada pohon tersisa.
Kecerdasan artifisial yang digagas manusia kian mengemuka, bahkan berlebihan. Salah satunya adalah perusahaan teknologi bernama Wallace yang membuat dan memperkerjakan berbagai seri replicant alias manusia buatan.
Replicant bernama K bekerja untuk Departemen Kepolisian Los Angeles (LAPD). Misi K adalah membongkar sebuah rahasia lama, membawanya pada perjumpaan dengan mantan anggota LAPD yang telah menghilang selama 30 tahun.
Cuplikan itu merupakan rangkuman kisah dari film Blade Runner 2049. Sinema bergenre thriller fiksi ilmiah besutan sutradara Denis Villeneuve itu merupakan sekuel dari film Blade Runner yang tayang pada 1982.
Aktor utama film yakni Ryan Gosling sebagai K dan Harrison Ford yang melanjutkan perannya sebagai anggota LAPD bernama Rick Deckard. Mereka beradu peran dengan Ana de Armas, Sylvia Hoeks, Robin Wright, Mackenzie Davis, Carla Juri, Lennie James, Dave Bautista, dan Jared Leto.
Kesan utama yang digambarkan film berdurasi 162 menit ini adalah kemuraman. Iklim tidak bersahabat karena lingkungan rusak parah, penduduk kota yang kesepian seolah tanpa jiwa, penyesalan bahwa banyaknya temuan teknologi tidak membuat manusia lebih bahagia.
Kemajuan teknologi tampak begitu hidup, seperti pertunjukan hologram, mobil terbang, istri virtual, hingga tata kota penuh kecanggihan. Merajalelanya distopia aliaskondisi masyarakat minus nilai moral di mana manusia kehilangan harkatnya mungkin dihadirkan sebagai konsekuensi dari semua itu.
Blade Runner 2049 menawarkan perenungan soal wajah dunia di masa depan, dibarengi visual mengesankan dan alur cerita yang akan mengecoh penonton. Film yang tayang mulai 6 Oktober 2017 di bioskop Indonesia ini tepat dipilih para penyuka sinema fiksi ilmiah berkualitas.