REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan baik-buruknya dunia peradilan tentu tergantung pada pada moral dan mental para hakimnya. Baik atau buruknya dunia peradilan ini tercermin dari putusan-putusannya.
"Masih sangat banyak hakim-hakim yang baik terutama yang di daerah-daerah, kasihan citra mereka tercoreng. Baik-buruknya dunia peradilan yang juga sebagian tercermin dari putusan-putusannya akan tergantung pada moral dan mental hakimnya," tutur dia lewat pesan elektronik, Ahad (8/10).
Terlebih, Fickar menambahkan, ada sebagian kantor-kantor pengadilan yang membuat kegiatan yang sebetulnya bukan kerja yuridis. Ini butuh dana besar dan tidak mungkin berasal dari oleh dana APBN. Misalnya, Fickar mencontohkan, turnamen-turnamen olahraga golf atau tennis, pesta-pesta ulang tahun pengadilan, dan kegiatan-kegaitan pesta dharma wanita peradilan.
Upaya minimal yang bisa dilakukan MA, papar Fickar, melarang kegiatan olah raga berbiaya tinggi yang berpotensi disalahgunakan sebagai ajang lobi seperti golf. Juga melarang acara-acara selebritas yang berlebihan dan berbiaya tinggi. "Agar tidak mendorong para pejabat peradilan melakukan korupsi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk tanggung jawab pada organisasinya," tutur dia.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono. Aditya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di lobi sebuah hotel di Kawasan Pacenongan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (6/10).
Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow. Adapun terdakwa dalam kasus itu adalah Marlina Moha Siahaan yang merupakan mantan Bupati Boolang Mongondow periode 2006-2011.