Senin 09 Oct 2017 04:30 WIB

Utsman Satukan Kaum Muslimin dalam Satu Mushaf

Rep: Mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Masjid Sulaimaniyah, peninggalan era Khalifah Utsmaniyah.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Masjid Sulaimaniyah, peninggalan era Khalifah Utsmaniyah.

REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu prestasi terbesar yang dibuat oleh Khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan ra adalah menyatukan kaum Muslim dalam satu bacaan Alquran. Sebab, sebagaimana yang diketahui, Alquran datang dengan berbagai bacaan (logat/dialek) yang dibaca oleh Rasulullah SAW dan yang lainnya. Dengan demikian, kebijaksanaan sang Khalifah ini termasuk kategori memudahkan dan meringankan umat.

Sebagai upaya memberikan keringanan bagi suku Arab dan mengumpulkam mereka supaya membaca Alquran dengan bacaan yang mudah untuk lidah dan logat mereka, maka kitab tersebut diturunkan dalam berbagai bacaan (logat/dialek). Sehingga, suku-suku Arab dapat dengan mudah membacanya. Walaupun demikian, logat asli pembacaan Alquran adalah logat suku Quraisy.

Dikutip dari buku 'Para Penggenggam Surga' karya Syaikh Muhammad Ahmad ‘Isa, dalam sebuah riwayat yang sahih diterangkan bahwa Alquran diturunkan dalam tujuh huruf atau tujuh wajah.

Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa ‘Umar ibn Al-Khaththab ra berkata, “Aku mendengar Hisyam ibn Hakim membaca Surah Al-Furqan pada masa Rasulullah Saw. aku memperhatikan bacaannya, tiba-tiba dia membaca dengan logat/dialek yang belum pernah dibacakan Rasulullah SAW kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya saat dia shalat, tetapi aku urungkan dan menunggunya sampai salam. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, “siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” dia menjawab, “Rasulullah yang membacakannya kepadaku”.

“Kamu berdusta! Demi Allah, Rasulullah juga membacakan surah yang sama kepadaku, tetapi tidak seperti bacaanmu,” kataku. Kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah SAW dan aku ceritakan kepada Beliau bahwa aku mendengar orang ini membaca Surah Al Furqan dengan bacaan yang tidak pernah Beliau bacakan kepadaku.

Rasulullah SAW bersabda, “Lepaskanlah dia, hai Umar. Bacalah surat tadi, wahai Hisyam!” Hisyam kemudian membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar tadi. Rasulullah berkata lagi, “bacalah wahai Umar!” lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepadaku. Beliau kemudian bersabda, “Begitulah surah itu diturunkan. Sesungguhnya Alquran itu diturunkan dengan tujuh cara baca, maka bacalah dengan bacaan yang mudah bagimu.”

Demikianlah tujuh cara baca yang menyertai Alquran diturunkan mencakup berbagai logat/dialek Arab dan bermacam segi pengucapan yang merujuk pada berbagai i’rab, ifrad (singular), tasniyah (menunjukkan dua hal), jama’ (plural), khitab, ghaibah, takallum, yang mencakup pergantian satu kata dengan kata lain, mendahulukan dan mengakhirkan sebagai kalimat, serta menambahkan atau mengurangkan huruf.

Pertengkaran pernah terjadi di berbagai medan pertempuran, ketika mereka amat membutuhkan kesatuan barisan dan komando. Kondisi ini dirasakan oleh Hudzaiffah ibn Yaman, seorang sahabat mulia. Dia pernah ikut serta dalam peperangan menaklukan Azerbaijan dan Armania.

Saat itu dia menyaksikan pasukan Irak dan Kufah amat fanatik terhadap bacaan Abdullah ibn Mas’ud, dan pasukan Syam fanatik dengan bacaan Ubay ibn Ka’ab. Perdebatan mereka hampir saja berujung saling serang.

Kondisi tersebut mengejutkan Hudzaifah. Dia segera menuju Madinah untuk menyampaikan pertentangan yang disaksikannya kepada Khalifah Utsman, “Wahai Amirul Mukmin, aku peringatkan kepadamu agar menyelamatkan umat ini sebelum mereka berselisih sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.”

Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafshah, istri Rasulullah SAW dan meminta kesediannya untuk memberikan mushaf Abu Bakar. Dia lalu memerintahkan kepada para penulis wahyu : Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Sa’id ibn Al-Ash, Abdurrahman ibn Al-Harits, dan Ibnu Hisyam untuk menulis beberapa salinan dari mushaf Abu Bakar.

Utsman berpesan, jika terjadi perselisihan dalam lafaz, hendaknya ditulis dengan lafaz Quraisy sebagaimana Allah menurunkan Alquran dalam dialek tersebut. Mereka melaksanakan tugas mulia itu dengan sempurna. Utsman kemudian memperbanyak mushaf tersebut, lalu mengirimkannya untuk Hudzaifah ra dan setiap daerah, masing-masing satu mushaf. Karya luar biasa ini menghilangkan perpecahan, terkait Alquran di kalangan kaum Muslim dan terwujud persatuan yang indah. (Bagian 1 dari 3 tulisan)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement