REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan KPK menangkap Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono terkait suap dari anggota Fraksi Golkar DPR, Aditya Moha harus menjadi perhatian Mahkamah Agung (MA). Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Sutrisno meminta Ketua MA Hatta Ali mengambil hikmah dari penangkapan hakim oleh KPK tersebut.
Menurut Sutrisno, dari beberapa penangkapan yang dilakukan KPK terhadap hakim dan panitera pengadilan, menunjukkan Hatta Ali tidak mampu untuk memberikan pembinaan terhadap aparat di bawahnya."Sehingga secara etika lebih terhormat apabila Ketua Mahkamah Agung RI untuk mundur dari jabatannya. hal ini akan membuat masyarakat merasa hormat terhadap sikap ksatria dari Ketua Mahkamah Agung," ujar Sutrisno, Senin (9/10).
Sutrisno menyatakan, penangkapan berulang kali terjadi penangkapan terhadap oknum hakim dan panitera pengadilan menandakan tidak ada perubahan apa-apa dalam reformasi di dunia kehakiman. Malahan, sambung dia, yang terjadi suap semakin merajalela. "Hal ini dapat diartikan bahwa lembaga peradilan dibiarkan untuk langgengnya dan tumbuh suburnya praktik mafia peradilan," ujarnya, menambahkan.
Sutrisno pun mengacu pada pernyataan salah satu Hakim Agung Gayus Lumbuun yang mengetahui praktik reformasi yang tak berjalan di MA. Dia menerangkan, sudah seharusnya pendapat Gayus Lumbuun untuk didukung sepenuhnya oleh Hatta Ali.
Hal itu lantaran sikap Gayus Lumbuun merupakan upaya agar MA sebagai benteng terakhir peradilan harus benar-benar bersih dari praktik suap. Ikadin, kata dia, berkepentingan agar lembaga peradilan bisa bersih dari praktik mafia suapa advokat dalam menjalankan tugasnya tak dibayangi praktik kotor demi memperjuangkan keadilan.
"Bentuk terbongkarnya suap yang terus menerus pada lembaga peradilan ini secara tidak langsung telah menjatuhkan nama baik negara, termasuk bangsa Indonesia menjadi malu karena lembaga peradilan menjadi sarang praktik mafia peradilan yang hingga saat ini seolah-olah tidak bisa diberantas," ujar Sutrisno.