REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA - Anak-anak di Republik Demokratik Kongo harus menanggung beban dari kekerasan yang terus meningkat antara pasukan keamanan Kongo dan kelompok bersenjata di negara tersebut. Mereka akhirnya memutuskan untuk mencari perlindungan hingga ke Zambia.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, menyatakan, dari 3.360 pengungsi yang telah melarikan diri ke Zambia utara sejak 30 Agustus lalu, sebanyak 60 persen di antaranya adalah anak-anak. Mereka harus berjalan sejauh ratusan kilometer selama berminggu-minggu.
Banyak dari mereka yang trauma dan menunjukkan tanda-tanda malnutrisi. Meskipun menempuh perjalanan berbahaya, mereka mengatakan melarikan diri dari negara mereka adalah satu-satunya pilihan.
"Orang tua saya terbunuh saat desa diserang. Satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah lari dan meninggalkan negara ini," ujar Leon Musongo, seorang pengungsi anak Kongo, kepada Aljazirah.
"Saya diberitahu bahwa Zambia aman. Orang-orang jahat tidak akan mengikuti saya di sini, Saya telah lama berjalan, saya merindukan orang tua saya, tapi setidaknya saya hidup dan aman di Zambia," tambah dia.
Sebagian besar pengungsi dari Kongo dibawa ke pusat transit Kenani di distrik Nchelenge, yang berjarak 90 km dari perbatasan. Di sini pemerintah Zambia bekerja dengan lembaga bantuan kemanusiaan untuk membantu mereka.
Sejauh ini, 4.000 pengungsi telah terdaftar di kamp pengungsian di Zambia utara. Haru Mutasa dari Aljazirah, yang melaporkan dari Kamponge, mengatakan kamp pengungsian tersebut penuh dengan sangat cepat dan membutuhkan bantuan kemanusiaan dengan jumlah yang besar.
"Beberapa anak yang datang sendiri, telah menunggu di desa terdekat. Mereka berharap orang tua mereka mengikuti. Mereka bisa menunggu berhari-hari atau berminggu-minggu. Terkadang, mereka tidak pernah mendengar kabar dari keluarga mereka lagi," kata Mutasa.
Pekerja bantuan kemanusiaan mengatakan, anak-anak yang tidak didampingi harus ditempatkan di rumah asuh. Kebanyakan dari anak-anak itu menderita trauma akibat kekerasan yang terjadi di negara mereka. "Anda mendapatkan anak-anak yang melarikan diri karena mereka telah kehilangan orang tua mereka, dan mereka melihat orang tua mereka terbunuh," kata Anna Leer dari UNHCR kepada Aljazirah.
Badan perlindungan anak-anak PBB, UNICEF, mengatakan pada Juli ini, kekerasan di wilayah Kasai di Kongo telah mengungsikan setidaknya 850 ribu anak-anak. Jumlah orang yang mengungsi akibat konflik di Kongo hampir dua kali lipat dalam enam bulan terakhir, menjadi 3,8 juta.
Di Kasai, kekerasan meletus pada September lalu setelah kematian seorang pemimpin suku yang dikenal sebagai Kamwina Nsapu. Kamwina Nsapu memberontak melawan otoritas pemerintahan Presiden Joseph Kabila di Kinshasa dan perwakilan lokalnya.
Pembunuhan tersebut memicu kekerasan, termasuk dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti pembunuhan di luar proses hukum, pemerkosaan, penyiksaan dan penggunaan tentara anak-anak. PBB merilis sebuah laporan pada Agustus lalu, yang menunjukkan lebih dari 250 orang, termasuk 62 anak-anak, tewas di Kongo dari pertengahan Maret sampai pertengahan Juni. Menurut Dewan Pengungsi Norwegia, di Provinsi Tanganyika, bentrokan antara kelompok bersenjata juga telah memaksa ribuan orang untuk melarikan diri, sama halnya dengan wilayah Kivu.