Senin 09 Oct 2017 20:22 WIB

37 Orang Dilaporkan Tewas Saat Memprotes Pemilu Kenya

Rep: marniati/ Red: Dwi Murdaningsih
Polisi anti huru-hara berpatroli saat membuka jalan yang diblokir massa pengunjukrasa yang memprotes hasil pemilu Kenya di Nairobi, Kenya, Sabtu (12/8).
Foto: Daniel Irungu/EPA
Polisi anti huru-hara berpatroli saat membuka jalan yang diblokir massa pengunjukrasa yang memprotes hasil pemilu Kenya di Nairobi, Kenya, Sabtu (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Sedikitnya 37 orang tewas dalam demonstrasi menyusul pengumuman hasil pemilihan di Kenya. Tiga diantara korban tewas yaitu anak-anak.

Dilansir dari Aljazirah, Senin (9/10), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya mengatakan korban tewas disebabkan oleh tindakan polisi yang menggunakan peluru dan tongkat. Di antara korban tewas adalah bayi perempuan berusia enam bulan.

Hampir semua korban kekerasan terbunuh di kubu oposisi di daerah ibukota, Nairobi, atau bagian barat negara tersebut.

Pada bulan Agustus, Fred Matiangi, yang bertindak sebagai menteri dalam negeri, menolak tindakan keamanan yang menggunakan peluru atau kekuatan yang berlebihan dalam berurusan dengan pemrotes dan menyalahkan kekerasan terhadap elemen kriminal.

"Saya tidak mengetahui siapa saja yang telah terbunuh karena peluru yang digunakan oleh petugas polisi di manapun di negara ini," kata Matiangi.

Protes dimulai setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan presiden yang sedang menjabat Uhuru Kenyatta sebagai pemenang pada pemilihan 8 Agustus.

Pemimpin oposisi Raila Odinga mengatakan pemilihan tersebut dicurangi dan mengklaim bahwa dia memenangkan pemilihan tersebut. Bulan lalu, Mahkamah Agung menyatakan hasil pemilihan tidak sah dan batal demi hukum.

Pengadilan yang berbasis di Nairobi mengatakan dewan pemilihan melakukan penyimpangan dan ilegalitas selama pemungutan suara, yang merugikan integritas pemilihan.

Sementara itu, pada hari Senin, ratusan pendukung oposisi turun ke jalan di Nairobi meminta petugas KPU dipecat. Para demonstran dipimpin oleh politisi oposisi James Orengo mengatakan mereka tidak akan mundur dalam tuntutan untuk reformasi badan pemilihan.

"Kami hanya akan berpartisipasi dalam pemilihan di mana kita tahu hasilnya akan bebas dan adil," Orengo mengatakan kepada pendukung oposisi.

Pekan lalu, pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pemrotes. Demonstrasi juga dilaporkan terjadi di beberapa kota lain.

Odinga telah bersumpah untuk tidak berpartisipasi dalam pemilihan presiden 26 Oktober lalu jika tuntutan oposisi untuk sebuah perombakan komisi pemilihan tidak dipenuhi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement