Senin 09 Oct 2017 21:35 WIB

BI Diminta Tertibkan Penyelenggara e-Money tak Berizin

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung melakukan transaksi di mesin minuman otomatis menggunakan uang elektronik ketika Pameran Indonesia Business and Development 2017 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (21/9).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pengunjung melakukan transaksi di mesin minuman otomatis menggunakan uang elektronik ketika Pameran Indonesia Business and Development 2017 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara di bidang perlindungan konsumen David Maruhum L Tobing mengirimkan surat desakan untuk Bank Indonesia (BI) agar melaksanakan fungsi pengawasan dalam kegiatan penyelenggaraan uang elektronik. David menyampaikan dalam suratnya, dari beberapa pemberitahuan media masa dan dari hasil pengamatannya sendiri ada hal-hal yang harus menjadi perhatian BI dalam penyelenggaraan kebijakan uang elektronik.

"Dari pemberitaan media online diketahui terhitung sejak 13 September 2017 BI menghentikan empat produk layanan uang elektronik yang belum memiliki izin," ujarnya dalam keterangan pers tertulis, Senin (9/10).

Keempatnya yaitu TokoCash milik Tokopedia, ShopePay milik Shopee, Paytern milik Yusuf Mansyur dan BukaDompet milik Bukalapak. Sebelumnya, Kepala Divisi Perizinan Departemen Kebijakan Sistem BI, Siti Hidayati menyatakan salah satu penyelenggara aplikasi ojek online, GrabPay milik Grab hingga saat ini belum memiliki izin sebagai penyelenggaraan uang elektronik.

 

Saat ini BI pun sedang membekukan kegiatan penyelenggaraan uang elektronik yang dilakukan oleh 10 Penyelenggara. Namun, BI tidak mempublikasikan nama-nama Penyelenggara dan nama produk yang dibekukan kepada masyarakat.

David juga menyoroti tindakan BI yang mempublikasikan nama-nama penyelenggara uang elektronik, namun tidak disertai dengan nama produk yang dijual oleh penyelenggara tersebut. Sebagaimana diketahui, dalam situs resminya, BI telah mengumumkan daftar Penyelenggara Uang Elektronik yang telah memperoleh izin per 14 September 2017.

"BI hingga saat ini belum memberikan penjelasan terkait system dan/atau mekanisme pengawasan yang digunakan untuk memastikan bahwa floating fund Penyelenggara telah mencapai batas yang ditentukan atau belum," ujar David.

Hingga kini BI pun belum memiliki regulasi yang mengatur pemberian sanksi tegas bagi penyelenggara yang tidak memiliki izin. David menilai bahwa hal-hal tersebut di atas berpotensi menimbulkan kerugian dan terlanggarnya hak konsumen untuk memperoleh keamanan dan kenyamanan dalam kegiatan penyelenggaraan uang elektronik.

Selain itu, hal-hal tersebut pun telah jelas-jelas melanggar prinsip kepastian hukum dan keterbukaan informasi dalam rangka memberikan perlindungan konsumen uang elektronik. Sebagaimana hak dan prinsip tersebut diamanatkan peraturan perundang-undangan.

David mendesak BI untuk melakukan sejumlah tindakan. Pertama, melakukan audit dan menghentikan setiap kegiatan Penyelenggaraan Uang Elektronik yang tidak atau belum memiliki izin dari Bank Indonesia, termasuk namun tidak terbatas pada produk GrabPay milik Grab.

Kedua, melakukan pengawasan secara ketat terhadap setiap kegiatan Penyelenggaraan Uang Elektronik, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan transfer dan/atau jual beli izin di antara Penyelenggara Uang Elektronik.

Ketiga, mempublikasikan nama-nama produk layanan uang elektronik milik Para Penyelenggara Uang Elektronik yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Keempat, mempublikasikan nama-nama produk dan nama Penyelenggara Uang Elektronik yang telah dibekukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement