Selasa 10 Oct 2017 04:36 WIB

Kekhawatiran Nelayan Setelah Moratorium Reklamasi Dicabut

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Nur Aini
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) tetap menolak proyek reklamasi Teluk Jakarta setelah pemerintah mencabut moratorium proyek tersebut. Menurut Kiara, pencabutan moratorium reklamasi merampas ruang strategis untuk nelayan mencari penghasilan.

"Laut bagi mereka itukan seperti ladang, tempat mereka bekerja. Dengan dicabutnya moratorium maka mereka ruang startegisnya terampas," kata Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati ketika dihubungi pada Senin (9/10).

Menurut Susan, beberapa bulan terakhir penghasilan nelayan kembali stabil setelah dihentikannya reklamasi. Dilanjutkannya reklamasi dikhawatirkan tangkapan hasil laut kembali menurun. "Ini yang jadi ironi. Kita negeri bahari yang nelayannya sulit untuk melaut," kata Susan.

Susan juga menambahkan, pencabutan moratorium reklamasi menerabas banyak hal. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang mempercepat membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) serta Amdal tanpa partisipasi baik dari nelayan dan organisasi lingkungan hidup.

Sementara itu, nelayan kerang hijau di pesisir Kaliadem juga menolak keras dilanjutkannya reklamasi. Mereka khawatir, tidak ada masa depan yang cerah bagi nelayan.

"Kami kan sehari-hari di laut, mencari makan di laut. Kalau reklamasi jalan terus nanti bagaimana anak cucu kami? Pemerintah kan nggak selamanya menanggung hidup kami," kata Ipa Sarira pada Senin (9/10), seorang nelayan kerang hijau yang juga merupakan istri dari Kalil, wakil ketua Kelompok Nelayan Tradisional (KNT) di Muara Angke.

Sebelum reklamasi, jumlah kerang hijau yang ditangkap Kalil setiap hari selalu di atas 100 ember. Pada saat reklamasi, tak bisa lagi mendapatkan kerang hijau. Semenjak moratorium reklamasi, hasil kerang hijau yang ia dapatkan mulai bertambah dan kembali stabil menjadi 30 ember.

"Kemarin waktu reklamasi masih jalan, bisa dapat dua atau tiga ember saja bagus. Ini reklamasinya berhenti lumayan bisa dapat 31 ember," kata Kalil.

Kalil telah menjadi nelayan kerang hijau sejak 1982. Ia bercita-cita mengurangi pengangguran di sekitarnya dengan mengajari nelayan lain budidaya kerang.

Hal yang sama diungkapkan Tarsinah, nelayan kerang hijau lain. Ia yang telah hidup menjadi nelayan kerang hijau selama sekitar 20 tahun menyayangkan hasil kerang yang turun. "Ya kalau nggak dapat ya sudah. Untuk cari makan kami jadi kurang," kata dia.

Kalil beserta KNT telah berupaya menghentikan reklamasi sejak dua tahun lalu. Usahanya sempat berbuah manis ketika PTUN mengabulkan permohonan nelayan untuk menghentikan reklamasi. Namun, kini mereka harus berusaha kembali demi kelangsungan hidup nelayan.

Hingga saat ini, di rumah Kalil dan Ipa masih terpampang spanduk bekas demo menolak reklamasi. Hingga kini, Kalil masih menolak keras proyek reklamasi tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement