REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Wuryanto tidak menampik bahwa 5.932 munisi kaliber 40 milimeter pesanan Mabes Polri yang sementara ini disimpan di Gudang Mabes TNI belum ada payung hukumnya. Dia mengatakan aturan kepemilikan amunisi berikut kalibernya sudah jelas diatur dalam Inpres Nomor 9/1976 tentang peningkatan, pengawasan dan pengendalian senjata api.
(Baca: Amunisi Brimob Dinilai Mematikan, TNI: Kami Saja tak Punya)
"Standar kaliber untuk non-militer sudah sangat jelas. Dalam Inpres nomor 9 untuk militer itu di atas 5,56 milimeter, kemudian standar non-militer di bawah kaliber itu, kita hanya menerapkan aturan saja," kata Wuryanto di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Selasa (10/10).
Wuryanto menegaskan instansinya hanya menjalankan aturan yang saat ini berlaku. Sambil menunggu aturan atau kebijakan baru, 5.932 butir munisi itu masih ditahan Mabes TNI. Untuk saat ini, Wuryanto menjelaskan, Perpres menjadi aturan sementaranya.
Menurut dia, terkait apakah ke depannya akan ada perbaruan aturan atau justru sanksi, akan dibicarakan lebih lanjut. Sebab, kata dia, masalah ini juga sudah dikoordinasikan Kemenkopolhukam.
Adapun yang disimpan oleh Mabes TNI hanya amunisinya saja. Sedangkan sebanyak 280 pucuk senjatanya sudah diberikan ke Mabes Polri setelah sempat tertahan di Bea-Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
Senjata yang dapat digunakan kepolisian itu, selain bisa digunakan peluru tajam juga bisa digunakan granat, asap gas air mata. "Jadi masih bisa digunakan polisi," tuturnya.
Terkait Stand-alone Grenade Launcher (SAGL), Korps Brimob Polri diketahui mengimpor kaliber 40x46 mm serta peluru amunisi 40 mm, 40x46 mm round RLV-HEFJ dengan fragmentasi lontaran granat berdaya ledak tinggi sebanyak 5.932 butir. Polri sudah mengimpor SAGL sebanyak tiga kali.