Selasa 10 Oct 2017 15:01 WIB

PWI: Proses Hukum Pelaku Kekerasan Jurnalis Banyumas

Aksi kekerasan yang dilakukan polisi dan satpol PP, saat membubarkan aksi demonstrasi penolakan pembangunan PLTP Baturaden, Senin (9/10) malam.
Foto: istimewa/doc pwi banyumas
Aksi kekerasan yang dilakukan polisi dan satpol PP, saat membubarkan aksi demonstrasi penolakan pembangunan PLTP Baturaden, Senin (9/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Persatuan Wartawan Indoesia (PWI) Banyumas menuntut kasus kekerasan terhadap wartawan, saat meliput aksi demonstrasi menolak menghentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden, agar diproses hukum.

Ketua PWI Banyumas Sigit Oediarto mengatakan mengutuk atas kekerasan yang terjadi di halaman kantor Bupati Banyumas. "Padahal mereka berada di lokasi berlangsungnya aksi adalah dalam ranka melaksanakan tugas jurnalistik. Wartawan dalam melaksanakan tugasnya dilindungi oleh UU no 40 tahun 1999 tentang Pers," kata Sigit, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/10).

Sigit memaparkan berdasarkan penjelasan wartawan yang berada di lokasi kejadian, polisi menghalang-halangi kerja wartawan, dengan meminta untuk tidak mendokumentasikan proses pembubaran aksi massa.

"Selain itu Darbe Tyas, dipukuli oleh oknum polisi dan Satpol PP sehingga mengalami luka. Kamera milik Darbe Tyas juga dirampas oleh oknum tersebut," papar Sigit.

Aksi kekerasan terjadi pada Senin (9/10) malam. Wartawan Banyumas yang terdiri dari berbagai media ( Televisi, Radio, Online dan Cetak), melakukan peliputan terhadap aksi dari komunitas Selamatkan Slamet.

Aksi ini dimulai dari Kampus IAIN Purwokerto, hingga Alun-alun Purwokerto tepatnya di depan pintu gerbang Pendopo Sipanji atau Kantor Bupati Banyumas. Ratusan orang, dari berbagai elemen ini meminta agar Bupati Banyumas Achmad Husein untuk membuat surat rekomendasi, kepada Presiden RI Joko Widodo untuk menghentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden.

Penolakan pembangunan PLTP Baturaden ini karena alasan menyebabkan kerusakan lingkungan. Dampak yang terasa pada warga terutama pada pemanfaatan air bersih yang bersumber dari hutan Gunung Slamet. Karena dalam beberapa waktu, air mengalami keruh sehinga tidak bisa digunakan.

Aliansi Selamatkan Slamet, tidak ada kata sepakat dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas, sehinga mereka bertahan di halaman Alun-alun Purwokerto, sebelah utara hingga Senin Malam. Sekitar pukul 22.00 WIB, aparat Kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja melakukan upaya untuk membubarkan massa yang bertahan dengan mendirikan tenda.

Adapun wartawan yang berada di lokasi saat peristiwa itu terjadi di antaranya,  Agus Wahyudi dan Dian Aprilianingrum (Suara Merdeka), M Wahyu Setiya Putra (Radar Banyumas), Aulia El Hakim (Satelit Pos), dan Darbe Tyas (Metro TV).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement