Selasa 10 Oct 2017 17:00 WIB

Esposito: Islamofobia Muncul di AS Sejak Perang Teluk

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia
Foto: world bulletin
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi Islam mengambil peran sebagai jembatan atas jurang kesepahaman. Tema yang mengemuka adalah dialog antarumat beragama.

Di antara para pengkajinya, ada beberapa nama yang cukup dikenal luas dalam studi Islam di tingkat global, yakni Prof John Louis Esposito, Timothy John Winter alias Syekh Abdal Hakim Murad, dan Tariq Ramadan.

Mereka cenderung memiliki kesamaan visi dalam studi Islam yakni membela Islam dari stigma-stigma dan generalisasi buruk serta menegaskan kontribusi aktif agama ini bagi sejarah peradaban dunia.

John L Esposito (lahir 1940) merupakan profesor pada Georgetown University, AS. Keturunan dari keluarga Katolik ini sempat menjadi biarawan sebelum menempuh pendidikan tinggi di St John University. Pada 1974, dia berhasil meraih gelar doktor dari Temple University.

Sampai saat ini, Esposito telah menulis lebih dari 45 buku dan 100 artikel ilmiah. Semuanya telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa dunia. Karyanya yang dikenal luas, termasuk oleh publik Indonesia, adalah The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.

Di antara fokus tulisan-tulisan Esposito sejak Insiden 9/11 adalah Islamofobia. Menurut dia, ada perbandingan lurus antara Islamofobia di Eropa dan Amerika dan anti-Amerika atau anti-westernisasi di dunia Islam.

Invasi AS atas Irak, penjara Guantanamo, serta keberpihakan AS pada konflik Palestina-Israel menyebabkan gelombang kebencian kaum Muslim dari Maroko hingga Indonesia atas negeri Paman Sam. Tambahan pula, sejak George W Bush berkuasa, langgam retorika Perang Salib kembali digunakan sehingga mempertajam friksi antara Islam dan Barat.

Dalam bukunya, Unholy War: Terror in the Name of Islam (2002), Esposito membaca Islamofobia para elite AS sejatinya sudah muncul sejak pecahnya Perang Teluk pada 1991.

Bedanya, dalam abad ke-21 kali ini Islamofobia juga menyebar rata kebawah, yakni rakyat biasa. Apalagi, peristiwa 9/11 terjadi di dalam negeri AS sendiri. Hampir tiga ribu orang sipil menjadi korban jiwa. Trauma kolektif rakyat AS ini merupakan imbas dari interna siona lisasi ajakan jihad oleh kalangan ekstremis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement