Rabu 11 Oct 2017 02:22 WIB

Politikus PDIP: RUU Ekstradisi Indonesia-Cina Disetujui

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin.
Foto: Republika/Wihdan
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Pemerintah menyetujui RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Indonesia-RRC tentang Ekstradisi.

Sebelumnya, dalam pandangan akhir fraksi, seluruh fraksi juga setuju agar RUU ini disahkan menjadi Undang-undang dalam Pembahasan Tingkat II atau Rapat Paripurna. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin.

"Sepuluh fraksi di Komisi I setuju dengan RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Indonesia-RRC tentang Ekstradisi untuk dibawa ke Tingkat Paripurna," kata TB Hasanuddin, dalam siaran persnya, Rabu (11/10).

Politikus PDI Perjuangan itu memastikan, hasil Pembahasan Tingkat I ini, akan disampaikan pada 17 Oktober mendatang. Selain RUU ini, ada dua RUU lain yang juga akan disampaikan oleh Komisi I DPR RI. Sebelumnya

Hasanuddin memaparkan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi transportasi, komunikasi dan informasi yang memudahkan lalu lintas manusia dari satu negara ke negara lain, selain mempunyai dampak positif, juga berdampak negatif.

"Karena adanya peluang yang lebih besar bagi pelaku kejahatan untuk meloloskan diri dari penyidikan, penuntuntan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan hukuman di negara tempat kejahatan itu dilakukan," tambahnya.

Kemudian. untuk pencegahan dampak negatif itu, masih kata Hasanuddin, diperlukan hubungan dan kerjasama yang efektif antar kedua negara melalui perjanjian bilateral, khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Pemerintah RI dan Cina telah sepakat menandatangi perjanjian ekstradisi pada 1 Juli 2009 lalu di Beijing.

Dengan adanya pesetujuan itu, hubungan dan kerja sama kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan, diharapkan semakin meningkat.

Sementara itu Menkum HAM Yasonna H. Laoly mengungkapkan, pihaknya menyambut baik telah selesainya pembahasan RUU ini. Kerja sama ini diharapkan dapat menanggulangi berbagai kejahatan antarnegara. Ekstradisi menjadi jembatan bagi dua atau lebih negara dalam menghadapi pelaku pidana.

Indonesia yang terletak di persimpangan, menjadi tempat yang aman bagi pelaku tindak pidana, seperti penyelundupan, terorisme, perdagangan manusia, termasuk cybercrime. "Sehingga perjanjian ekstradisi dengan negara tetangga dan negara lain merupakan salah satu kebutuhan yang mendesak," ujar Yasonna.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement