REPUBLIKA.CO.ID, Ketimpangan kemajuan dan pemerataan pembangunan di wilayah Indonesia masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan, mengatakan ketimpangan mencolok mulai dari infrastruktur transportasi, telekomunikasi, listrik, pendidikan, kesehatan, akses layanan dasar masyarakat, dan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Menurutnya ada sejumlah faktor yang menyebabkan pemerataan pembangunan sulit terjadi, salah satunya adalah karena terbatasnya akses. “Pada beberapa komunitas masyarakat di wilayah Indonesia, masih sangat terbatas aksesnya, mereka seolah terisolasi. Terisolasi karena kondisi geografi, laut, lembah, hutan, dan gunung. Bisa karena terbatasnya akses infrastruktur transportasi atau karena isolasi lantaran dampak dari proses pembangunan yang kurang berpihak, karena peminggiran atau keterkucilan pergaulan dan kebudayaan,” katanya, pada Republika, Rabu (11/10).
Sebab itu, jelas dia, MPM PP Muhammadiyah tergerak untuk mendorong terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal khususnya di wilayah timur Indonesia melalui program pendampingan dan pemberdayaan.
Program tersebut diarahkan bagi masyarakat adat yang mengalami isolasi dan marginalisasi yang membuat ketertinggalan. “Program-program yang diusung oleh Muhammadiyah adalah, pengorganisasian kelompok, layanan pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi masyarakat, kelestarian hutan, dan penguatan desa,” katanya.
Untuk memperkuat peran dan program tersebut, ia mengungkapkan, PP Muhammadiyah menggandeng Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan menerjunkan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kawasan timur Indonesia dengan kriteria terluar, tertinggal, dan terpencil (3T).
Lokasi KKN berada di wilayah permodelan program yang sudah dirintis seperti masyarakat adat Suku Kokoda di Papua Barat, masyarakat adat Suku Dayak di pedalaman Hutan Berau, Kaltim, masyarakat perbatasan di Pulau Sebatik Kaltara, Sembalun Lombok, dan masyarakat Flores di NTT.
“Program KKN mahasiswa UMY ini bisa menjadi model bagaimana mahasiswa bisa berkontribusi di dalam melakukan percepatan pembangunan bagi masyarakat terutama masyarakat adat di kawasan 3 T,” kata Bachtiar, yang juga sebagai penanggungjawab KKN 3T UMY.
Dengan adanya KKN di kawasan 3 T ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa di dalam mengembangkan jiwa kepekaan dan kepedulian sosial. Program tersebut juga melatih mahasiswa agar bisa menerapkan ilmu yang telah didapat selama di bangku perkuliahan untuk membantu masyarakat.
Menurutnya pula, KKN di kawasan 3 T menjadi komitmen kebangsaan dan kemanusiaan universal yang dilakukan Muhammadiyah dengan melibatkan UMY. Ia mengatakan program di kawasan 3 T akan terus ditingkatkan dengan menerjunkan KKN yang lebih masif lagi dengan melibatkan perguruan tinggi Muhammadiyah lainnya.
Sampai saat ini, UMY sudah memelopori dengan menerjunkan dua gelombang KKN. “Saya berpikir ini sangat bagus, inovasi, dan kepeloporan UMY dalam pengabdian dengan menerjunkan mahasiswa untuk KKN secara intensif dan kontinu di kawasan 3 T ini,” ujarnya.