REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah menjamin data pribadi konsumen seluler tidak disalahgunakan terkait rencana kebijakan pendaftaran ulang pengguna kartu prabayar pada 31 Oktober 2017.
"Pemerintah harus menjamin data pribadi konsumen tidak disalahgunakan baik untuk kepentingan komersial maupun nonkomersial tanpa seizin konsumen," kata Tulus melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (12/10).
Tulus mengatakan pendaftaran ulang harus melalui proses komunikasi dan sosialisasi yang benar-benar sampai ke konsumen. Jangan sampai akses nomor telepon ditutup karena konsumen tidak tahu tentang kebijakan tersebut.
Menurut Tulus, pendaftaran ulang tersebut tidak akan efektif mengendalikan jumlah nomor telepon seluler maupun mengantisipasi penyalahgunaan, misalnya untuk tindak kriminal. Pasalnya, konsumen masih diberi akses untuk memiliki nomor seluler yang sangat banyak karena memungkinkan memiliki tiga nomor dari masing-masing operator seluler.
"Artinya, konsumen bisa memiliki 18 nomor seluler dari total ada enam operator seluler yang ada di Indonesia," ujarnya.
Tulus mengatakan jumlah nomor seluler yang ada di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 350 juta. Hal itu disebabkan aspek promosi dan perang tarif antaroperator seluler. Selama ini, konsumen terjebak dengan promosi dan perang tarif yang Tulus nilai sudah sangat menyesatkan.
Karena itu, pemerintah seharusnya mengantisipasi dari sisi hulu terlebih dahulu dengan menertibkan perang tarif dan promosi yang menyesatkan konsumen.
"Bukan hanya melakukan penertiban dan pengendalian dengan cara pendataan ulang saja," katanya.