Jumat 13 Oct 2017 10:18 WIB

Densus Tipikor Butuh Dana Rp 2,6 Triliun

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Elba Damhuri
Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan, Polri sudah menyusun perencanaan anggaran untuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Dana yang dibutuhkan Polri untuk Densus Tipikor itu sebesar Rp 2,6 triliun.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk belanja pegawai sebesar Rp 786 miliar dan operasional sebesar Rp 359 miliar. Sedangkan untuk belanja modal sebesar Rp1,55 triliun. Dengan anggaran ini, juga diharapkan gaji yang diterima anggota Densus sebesar anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Densus Tipikor akan dikepalai oleh perwira bintang dua (irjen) dengan Satgas Tipikor di kewilayahan," ujar Tito di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (12/10).

Kepala Densus Tipikor yang berpangkat inspektur jenderal itu akan berada langsung di bawah komando jenderal. Adapun personel yang dipersiapkan berjumlah sekitar 3.500 personel yang alan disebar di satuan tugas seluruh wilayah Indonesia yang terbagi menjadi enam satgas tipe A, 14 satgas tipe B, dan 13 satgas tipe C.

"Kami sudah mengajukan surat permohonan kepada Bapak Presiden untuk menyampaikan paparan dalam ratas yang diikuti oleh kementerian/lembaga," kata Tito.

Dengan ini, Tito juga berharap, Komisi III DPR RI dapat mendukung rencana Polri itu. Sehingga Densus Tipikor Polri dapat segera dibentuk dan menjalankan fungsinya. Pada kesempatan itu, Tito meminta Komisi III DPR mendukung pengajuan anggaran tersebut.

"Anggaran Densus Tipikor sudah dihitung, pada rapat sebelumnya sudah disampaikan perlu dipikirkan tentang satu penggajian kepada para anggota agar sama dengan di KPK," kata Tito.

Tito juga mengharapkan dukungan dari DPR terkait sarana prasarana, yang paling penting koordinasi langsung untuk penuntut umum, dalam hal ini kejaksaan.

Dia mengatakan, salah satu kelebihan dari KPK adalah karena penyidik dan penuntut umum bisa berkoordinasi langsung tanpa mengurangi kewenangan kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi. Karena itu, Tito memohon bantuan Komisi III DPR agar ada kesepakatan antara Polri dan kejaksaan tentang tim Kejaksaan Agung di Densus Tipikor.

Menanggapi anggaran itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mendukungnya. "Prinsipnya dukung Polri tegakkan hukum, termasuk pemberantasan korupsi dan masalah korupsi jangan hanya ditangani satu institusi sehingga harus libatkan Polri dan Kejakgung dan KPK, untuk teknisnya pada Komisi III," ujar Fadli.

Fadli Zon juga menilai, dengan adanya Densus Tipikor, tumpang tindih wewenang tidak akan terjadi. "Kan ada koordinasi di antara mereka, sebenarnya jadi tugas utama dati Polri dan Kejakgung. Perlu ada koordinasi," ungkap dia.

Saat ini, lanjut Fadli, upaya penggabungan Polri dan Kejakgung memerlukan proses tersendiri. Terdapat pertimbangan antarinstitusi untuk menentukan merger tersebut.

"Masing-masing punya kapasitas dan kewenangan berantas korupsi tinggal koordinasi biar tidak overlap dan terkesan ada rebutan," ujar dia.

Fadli Zon menambahkan, pemberantasan korupsi seharusnya tidak hanya tindakan, tetapi juga pencegahan. Selain itu, penanggulangan juga harus sistematis agar korupsi berkurang. "Karena sifatnya yang dibangun agar orang sulit lakukan korupsi," kata dia.

(Tulisan ini diolah oleh Muhammad Hafil).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement