REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan regulasi yang mengatur mengenai senjata api (Senpi) cukup banyak. Dia mengakui kerancuan yang saat ini banyak dipertanyakan, salah satunya disebabkan banyaknya peraturan mengenai kepemilikan senjata api (senpi) oleh instansi/lembaga negara.
"Kan saya mengatakan bahwa kerancuan itu akibat banyaknya peraturan perundangaan dari tahun 1948 sampai 2017 yang mengatur soal itu," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (13/10).
Setelah dicoba diinventarisasi, Wiranto mengatakan, ternyata betul bahwa banyak sekali peraturan perundangan soal senpi. Kalau semua instansi memiliki acuan berbeda, maka tentu output-nya akan berbeda.
Wiranto menuturkan sesuai janjinya, Kemenko Polhukam sudah mengumpukan instansi/lembaga terkait untuk merundingkan hal ini. Ke depan akan ada kebijakan tunggal.
"Nantinya akan diterbitkan kebijakan tunggal yang komperhensif yang dapat mengatur secara aman, adil, jelas, bagaimana penataan penggunaan Senpi," katanya.
Dia menjelaskan, termasuk yang akan diatur adalah pembelian penggunaan TNI seperti apa, polisi seperti apa, bea cukai seperti apa, BNN, BNPT sperti apa. "Kita tata kembali. Supaya tak ada salah pengertian, jadi tunggu saja," kata Wiranto menambahkan.
Sebelumnya peraturan mengenai kepemilikan spesifikasi Senpi banyak dipertanyakan setelah polemik impor senjata SAGL oleh Polri. Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto tidak menampik sebanyak 5.932 amunisi impor kaliber 40 mm untuk Korps Brimob Polri itu belum ada payung hukumnya. Karenanya, amunisi yang disebut masuk kategori tajam tersebut ditahan sementara oleh Mabes TNI sebelum ada aturan tunggal.