REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah pusat mengakui masih ada gap (rentang) yang cukup tinggi antara tingkat kelulusan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di satu daerah dengan daerah lainnya. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Asman Abnur menilai, kondisi ini mencerminkan akses pendidikan yang belum merata untuk setiap daerah di Indonesia.
Tingginya rentang perbedaan tingkat kelulusan bisa dilihat dari hasil Tes Kompetensi Dasar (TKD) yang diselenggarakan untuk dua institusi, yakni Kementerian Hukum dan HAM serta Mahkamah Agung. Asman menyebutkan, sekitar 17 ribu formasi untuk kedua institusi tersebut diperebutkan oleh 1,3 juta pendaftar. Tak hanya itu, 60 Kementerian/Lembaga juga membuka kesempatan untuk sekitar 17 ribu formasi dan bakal diperebutkan oleh 1,2 juta pelamar. Hingga pekan ini sudah dilakukan seleksi terhadap sekitar 30 ribu pendaftar.
Hasil TKD sementara, ada perbedaan tingkat kelulusan yang cukup mencolok antara penerimaan di Pulau Jawa dan Luar Jawa. Asman menyebutkan, Yogyakarta menjadi salah satu daerah dengan tingkat kelulusan tertinggi, yakni 24 persen angka lulus TKD dari seluruh pendaftar. Sementara itu, daerah lain seperti Sumatra Barat memiliki tingkat kelulusan 4-6 persen, Aceh tiga persen, dan Papua satu persen dari total peserta seleksi. Angka tingkat kelulusan ini diperoleh dari 14 kantor wilayah (Kanwil) Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyelenggarakan seleksi.
"Tingkat kelulusan masing-masing wilayah ternyata sangat berbeda. Gap terlalu tinggi. Artinya apa? Gap mutu pendidikan kita per wilayah ini sangat berbeda sekali," ujar Asman saat memberikan paparan di Bank Indonesia Perwakilan Sumatra Barat, Jumat (13/10).
Bahkan bila dibagi per pulau, lanjut Asman, perbedaan tingkat kelulusan semakin mencolok. Pulau Jawa memimpin dengan tingkat kelulusan TKD tes CPNS hingga 14 persen. Sementara Sumatra memiliki tingkat kelulusan empat persen, dan daerah Indonesia Timur memiliki tingkat kelulusan hanya 2-3 persen.
Asman mengingatkan pemangku kepentingan di sektor pendidikan untuk merasa tergelitik dengan kondisi ini. Ia mendesak Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan pimpinan perguruan tinggi negeri di masing-masing daerah untuk melakukan evaluasi. Menurutnya, perlu pembenahan dari hulu ke hilir untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap terjun ke dunia kerja.
"Perlu dikaji di mana permasalahan kita. Apakah mungkin guru atau dosen yang harus dievaluasi, apakah kurikulum harus dievaluasi, jam mengajarnya apa perlu dievaluasi, apakah sarana prasarana tidak mendukung?"
Bulan lalu, pemerintah mengubah kebijakan seleksi kompetensi bidang (SKB) pada penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pemerintah memenuhi kuota tiga kali formasi menggunakan sistem passing grade (nilai ambang batas) dan rangking (pemeringkatan).
Perubahan aturan tersebut berdasarkan rendahnya peserta CPNS yang lolos nilai ambang batas SKD Kemenkumham. Catatan BKN, kelulusan SKD formasi D3/SMA Kemenkumham sebanyak 7,16 persen atau 19.166 dari total 267.692 peserta yang mengikuti SKD. Bahkan secara nasional hanya Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang memenuhi kuota. Padahal, berdasarkan Permenpan RB Nomor 22 Tahun 2017 tentang Passing Grade, menyediakan tiga kali formasi kebutuhan untuk seleksi kompetensi bidang (SKB).