REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, jika di dalam rancangan anggaran Densus Tipikor Polri yang besarnya mencapai Rp 2,6 triliun itu terdapat alokasi untuk proses penuntutan, maka alokasi tersebut harus dialihkan ke Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
"Kalau (di dalam rancangan anggaran) Densus itu memasukkan anggaran penuntutan ya serahkan kepada kami anggarannya. Bukan kami yang minta kepada mereka (Densus Tipikor Polri). Iya dong. Ini kan kelembagaan, bukannya tidak mendukung," tutur dia kepada Republika.co.id, Jumat (13/10).
Selain itu, Prasetyo menuturkan akan meminta tambahan anggaran kepada pemerintah jika institusinya kewalahan menangani hasil kerja penyidikan Densus Tipikor Polri yang saat ini masih dalam tahap penyusunan.
Sebab, diakui Prasetyo, tidak ada penambahan anggaran untuk institusinya meski telah dibentuk Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK) sejak 2015 lalu. "Ya nanti kalau misalnya kita kewalahan, kita minta pada pemerintah, bukan minta pada Densus (Tipikor)," kata dia.
Prasetyo menegaskan selama belum ada Undang-undang yang mendasari institusinya bergabung dengan Densus Tipikor, Kejagung akan tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana biasanya. Sebaliknya, jika memang nantinya ada Undang-undang baru yang mewajibkan Kejaksaan Agung untuk ikut bergabung Densus Tipikor, tentu aturan tersebut akan dipatuhi.
"Kalau ada Undang-undang yang mendasari itu (bergabungnya Kejaksaan ke Densus Tipikor), Kejaksaan akan taat azas. Selama belum ada, tentu kita harus menyampaikan yang sebenarnya itu seperti apa," kata dia.
Meski demikian, Prasetyo menambahkan, tanpa ada Undang-undang yang mewajibkan, Kejaksaan dan Densus Tipikor Polri tetap saling bersinergi. Hasil kerja Densus Tipikor tentu dilimpahkan ke Kejaksaan dalam proses penuntutan.
"Makanya kami akan perkuat Satgassus P3TPK kami untuk merespons kerjanya Densus Tipikor Polri," ujar dia.