REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banu Rusman, bukan suporter pertama dari Persita Tangerang yang tewas sepanjang Liga 2 tahun ini. Sejak kompetisi kasta kedua nasional itu dimulai pada 19 April, sudah tiga suporter Laskar Cisadane itu meregang nyawa lantaran aksi brutal antar pendukung sepak bola di dalam negeri.
Direktur Persita, Azwan Karim mengatakan, angka tiga korban tewas dari barisan pendukung klubnya tersebut, tragis. Semakin bikin prihatin jika menengok ketiga korban, masih berusia belia.
"Termasuk Banu, belum selesai tahun ini, Persita sudah kehilangan tiga orang suporter," kata Azwan, dalam rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, pada Jumat (13/10).
Dia mengatakan, korban pertama terjadi sebulan setelah kickoff perdana pertandingan Liga 2. Persisnya pada 25 Maret lalu, Azwan menerangkan, suporter Benteng Viola bernama Ferdian Fikri juga tewas. Laki-laki asal Buaran, Tangerang itu, tewas akibat penusukan. Korban pertama ini, diterangkan Azwan, baru berusia 14 tahun.
Lima bulan berselang, korban kedua terjadi. Persisnya pada 7 Agustus, suporter Persita bernama Muhammad Nurfaizi juga meninggal dunia lantaran aksi kerusuhan sepak bola. Nurfaizi yang punya nasib lebih tragis.
Laki-laki 14 tahun itu, tewas ditabrak mobil di Jalan Tol Lintas Jakarta - Merak. "Nurfaizi tertabrak mobil, dan meninggal dunia karena menghindar kejaran oknum suporter klub lain," ujar Azwan.
Sementara Banu, menjadi korban selanjutnya. Banu, tewas setelah dirawat di RSUD Cibinong, Bogor, pada Kamis (12/10). Laki-laki 17 tahun itu, tewas setelah menjadi korban tawuran usai laga antara Persita melawan PSMS Medan, pada Rabu (11/10). Banu, mengalami pendarahan lantaran dipukuli suporter tim tamu, yang dodominasi para prajurit militer aktif dari Divisi 1 Kostrad. "Ini merupakan sejarah buruk yang kami alami," kata Azwan.
Dalam laga tersebut, Persita kalah 0-1 dari PSMS. Azwan mengatakan, kekalahan tersebut, membuat kesebelasannya gagal melaju ke babak delapan besar Liga 2. Tapi, yang paling membuat dia pilu, dengan tewasnya Banu. "Banu, Fikri, Nurfaizi, usia mereka masih sangat belia," sambung Azwan.
Terkait tewasnya Banu, Azwan menyampaikan, manajemen klubnya sudah melaporkan kepada PSSI tentang kronologi kerusuhan pada Rabu (11/10) itu. Dia berharap, federasi nasional dapat menjadikan laporan tersebut, sebagai tambahan bukti pengusutan tawuran antara suporter sipil melawan suporter tentara itu.
Azwan pun berharap, PSSI bisa memberikan sanksi yang keras bagi siapapun yang terlibat. Termasuk sejumlah oknum yang menciderai sepak bola. Secara internal, Azwan mengatakan, Persita juga akan mengusut tuntas individu-individu yang terlibat dalam kerusuhan tersebut.
Kelompok pemerhati sepak bola nasional, SaveOurSoccer, mencatat Banu menjadi korban kekerasan yang ke-65 sepanjang Liga Indonesia. Catatan itu, sepanjang 22 tahun terakhir sejak 1995. Selama 2017, Banu menjadi korban tewas yang ke-11 dari kompetisi sepak bola yang brutal di Indonesia.
Jumlah 11 korban sebelum musim tahun berakhir, menjadi terbanyak kedua. Rekor kematian suporter tertinggi, terjadi pada 2012, dengan catatan 12 nyawa melayang akibat kerusuhan sepak bola.