Sabtu 14 Oct 2017 06:30 WIB

Gerindra Harap Putusan MK Penuhi Rasa Keadilan Berdemokrasi

Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid
Foto: DPR
Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangan rasa keadilan berdemokrasi saat memutuskan gugatan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gerindra yakin, tidak diterapkannya presidential threshold sebesar 20 persen pada Pemilu 2019 akan meminimalisir terjadinya politik transaksional.

"Majelis hakim konstitusi harus menimbangkan rasa keadilan demokrasi dan mempertimbangkan bahwa aturan lama (ambang batas pengajuan Capres) untuk tidak digunakan kembali pada Pemilu mendatang," kata Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra Sodik Mujahid, Jumat (13/10).

Sodik melanjutkan, MK juga harus mempertimbangkan masukan dari sejumlah elemen masyarakat yang menilai bahwa penggunaan PT 20 persen membuka peluang terjadinya transaksional politik. "Selain itu, presidential threshold nol persen juga akan menjadikan partai politik lebih dewasa untuk mencalonkan Capres, dibanding mengedepankan semangat koalisi," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pakar Komunikasi politik Effendi Gazali menjadi salah satu pihak yang mengajukan gugatan Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pengajuan Capres (Presidential threshold). Effendi menilai penerapan presidential threshold dapat merugikan hak politik masyarakat.

Sebab menurutnya, aturan itu menjadikan calon pilihan menjadi terbatas. Selain itu, menurut Effendi, ambang batas Pilpres tidak tepat karena Pemilu 2019 dilaksanakan secara serentak.

"Apabila aturan ambang batas pencalonan presiden dipaksakan dengan mengacu pada hasil perolehan pemilu 2014, maka hal ini melanggar hak politik publik karena pada pemilu 2014 lalu publik tidak pernah tahu bahwa hak politiknya akan digunakan juga untuk kepentingan politik 2019," kata Effendi dalam siaran pers, Kamis (5/10).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement