REPUBLIKA.CO.ID,PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) telah mengeluarkan ancaman baru terhadap Guam, di Amerika Serikat (AS). Negara tersebut mengatakan, salvo rudal akan diluncurkan dari perairannya jika Donald Trump terus melanjutkan provokasi.
Guam, wilayah kepulauan kecil di Pasifik, merupakan salah satu pusat strategis militer AS. Pemerintah Korut percaya, Guam akan digunakan sebagai basis awal dalam invasi AS ke negara mereka.
"Kami telah beberapa kali memperingatkan, kami akan melakukan serangan balasan sebagai pertahanan diri, termasuk tembakkan rudal ke perairan di dekat wilayah Guam di AS, basis awal untuk menyerang Korut, karena AS telah melakukan tindakan militer di daerah-daerah sensitif, membuat perairan di semenanjung Korea dan di Pasifik khawatir," ujar Kim Kwang Hak, seorang peneliti di Institut Studi Amerika di Korut.
Komentar Kim ini juga merujuk pada cicitan terbaru Trump di akun Twitter pribadinya. "Apa yang tidak boleh diabaikan adalah, langkah militer tersebut dilakukan saat Trump menulis di Twitter bahwa AS telah gagal menangani Korea Utara dalam 25 tahun terakhir dan hanya satu hal yang akan terbukti efektif, yaitu isyaratnya terhadap 'opsi militer'," kata Kim.
Menurut Kim, tindakan AS justru akan memperkuat program senjata nuklir negaranya, yang telah banyak dikecam oleh masyarakat internasional. "Provokasi militer yang tidak masuk akal membuat kami sangat menyadari sekali lagi, kami benar saat kami memutuskan untuk mengembangkan program nuklir untuk membela diri dalam segala hal, dan kami bersikeras bahwa kami harus terus mempertahankan ini selamanya," ujarnya.
Kim menambahkan, manuver militer AS akan membuat Korut bereaksi dengan lebih agresif. "Aksi militer AS memperkuat tekad kami bahwa AS harus dijinakkan dengan tembakkan dan membiarkan kami untuk melakukan tindakan balasan terberat," kata dia.
Kehadiran pasukan militer AS di semenanjung Korea telah menjadi lebih umum. Pekan ini, pesawat pembom B-1B AS terbang di atas Korea Selatan (Korsel) dengan pengawalan jet tempur dari negara sekutu tersebut.
Mantan penasihat senior Pentagon untuk kebijakan Asia Timur, Jim Schoff, mengatakan penerbangan pesawat B-1B tidak hanya dimaksudkan untuk memberi sinyal pada ketetapan AS, tetapi juga untuk berlatih membuat penerbangan panjang dari Guam. "Dan merasakan jenis pertahanan udara yang dimiliki Korea Utara dan bagaimana kita melihat mereka bereaksi," ujarnya.