REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata mengatakan, solusi untuk mengatasi penurunan muka tanah Jakarta adalah dengan menghentikan privatisasi atau swastanisasi air minum. Dengan begitu, reklamasi dan pembuatan tanggul laut raksasa sebenarnya tidak perlu dilakukan.
"Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 yang memerintahkan penghentian privatisasi atau swastanisasi air minum merupakan jawaban atas masalah penurunan muka tanah di Jakarta yang mencapai 10-12 cm per tahun," kata Ketua Umum KNTI Marthin Hadiwinata di Jakarta, Ahad (15/10).
Menurut Marthin Hadiwinata, hal tersebut bisa terjadi karena privatisasi air minum tersebut memaksa warga Jakarta menggunakan air tanah yang mengakibatkan terjadinya penurunan muka tanah. Karena itu, ia berpendapat anggapan tanggul laut raksasa sebagai satu-satunya pelindung banjir rob akibat penurunan muka tanah menjadi tidak relevan bagi ibukota.
Sebab utama penurunan muka tanah, lanjutnya, yaitu pengambilan air tanah bisa dihentikan dengan memastikan akses atas air minum dan air bersih dipenuhi oleh Pemerintah.
"Putusan MA tersebut menjadi preseden bagi pemerintah untuk segera memastikan rakyat Jakarta dapat mengakses air minum dan menghentikan segala pengambilan air tanah," katanya.
Menurut Marthin, berkaca dari pengalaman kota Tokyo, Jepang tentang penurunan muka tanah dapat dihentikan dengan tidak sama sekali menggunakan air tanah dalam kurun waktu 10 tahun.