REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri diminta menjelaskan kewenangan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang ingin dibentuknya. Cakupan kasus yang akan ditangani Densus Tipikor dinilai masih rancu.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Adery Ardhan Saputro, menilai kejelasan wewenang serta dasar hukum pembentukan Densus Tipikor harus diatur lebih lanjut. Sehingga, cakupan kasus yang ditangani densus tipikor ini jelas.
"Jangan seperti satgas lain yang sekedar dibentuk saja tetapi tidak diketahui bagaimana kelanjutan tujuan dan kerjanya," ujar Adery di Jakarta Pusat, Ahad (15/10).
Pembentukan Densus Tipikor menjadi polemik karena landasan pembentukannya dinilai rancu. "Densus ini akan seperti apa, kalau seperti 88 ya dibawah SK Polri, sudah jelas tidak perlu dipermasalahkan kenapa bisa sampai ada isu Perpres juga," katanya.
Kemudian, berkaitan dengan adanya KPK dan Satgasus P3TPK yang dimiliki Kejagung, Polri juga didesak untuk menjelaskan kewenangan secara spesifik. "Densus Tipikor kabarnya ada penanganan di Polda dan Polres, apakah setelah itu KPK punya kewenangan, jembatan antara densus daerah, Satgassus dan KPK harus diperjelas," kata dia.
Pembentukan Densus Tipikor, dinilai Adery belum mendesak. Polri pun disarankan memperkuat dan meningkatkan kinerja direktorat yang sudah ada yakni, Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri. "Ini yang harus jelas, kenapa dengan Dittipikor Bareskrim ini," kata dia.