REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggalnya kiper Persela Lamongan Choirul Huda akibat trauma benturan di kepala, leher hingga dada beberapa hari lalu meninggalkan duka mendalam bagi pecinta sepak bola. Dokter Spesialis Saraf di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Aulia Jagakarsa, Dr dr Arman Yurisaldi MS S, pS berpesan agar pemain olah raga menjaga kepalanya.
Arman mengatakan, sebenarnya beberapa pemain olah raga tertentu yang memiliki peluang benturan kepala tinggi sudah dilengkapi helm dalam permainannya seperti berkuda. Namun aturan tersebut tak berlaku untuk olah raga sepak bola. Tapi Arman mengingatkan bisa ditanamkan pengetahuan kepada pemain olah raga supaya berhati-hati terhadap area kepala mereka maupun lawan main. "Jadi pemain olah raga bisa menyadarinya," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (16/10) malam.
Bukan hanya pemain olah raga, Arman juga meminta masyarakat waspada terhadap area kepala. Salah satunya masyarakat diminta menggunakan helm yang memiliki pengaman pelipis kiri dan kanan kuat ketika berkendara. "Helm itu ada tujuannya melindungi pelipis, bukan berarti daerah lain tidak berbahaya tetapi pelipis ini paling rentan karena di pelipis ada pembuluh darah yang rentan sekali pecah. Kepala harus dilindungi baik oleh pemain olah raga maupun masyarakat," ujarnya.
Jika seseorang sudah mengalami benturan, kata dia, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai tindakan awal. Pertama lihat, apakah orang tersebut mengalami penurunan kesadaran atau pingsan, mengantuk, mual, hingga muntah? Jika itu terjadi, Arman menyebut, maka terjadi sesuatu di dalam otak.
Apabila ciri-ciri di atas terjadi pada orang yang terkena benturan, Arman menyarankan agar korban segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.
"Yang penting bagimasyarakat, kalau ada orang yang setelah cedera kepala mulai mengantuk, pingsan, ditanya tidak bisa menjawab dengan benar maka harus waspada dan dibawa ke RS untuk observasi," katanya.
Ini karena bisa jadi ia mengalami trauma ringan, sedang, dan berat. Arman menerangkan kalau cedera kepala ringan si pasien tidak sadar kurang dari lima menit, sementara cedera kepala sedang mengalami pingsan selama lima menit sampai enam jam, dan cedera kepala berat yaitu lebih dari enam jam tidak sadar.
Tetapi ia meminta masyarakat perlu membedakan kalau tidak terjadi muntah dan penurunan kesadaran pada pasien, maka masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Misalnya kalau hanya benjol biasa boleh diberi obat anti benjol atau jika memar cukup dikompres dengan air dingin. Atau jika dia mengalami sobek lebih dari empat centimeter (cm) di kepala, Arman menyebut memang ada indikasi supaya dilakukan foto kepala semacam rontgen.
"Ini karena dikhawatirkan tulang tengoraknya retak. Tapi yang penting kesadaran tidak kenapa-kenapa dan tidak muntah berarti tidak ada proses apa-apa di otak," ujarnya.