Selasa 17 Oct 2017 08:46 WIB

Ini Kendala 14 Imam Indonesia yang dikirim ke Abu Dhabi

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Sekitar lima bulan yang lalu, Kementerian Agama (Kemenag) melakukan seleksi calon imam masjid Indonesia yang akan ditempatkan di Abu Dabhi. Dari 60 pendaftar, akhirnya 14 hafiz Alquran dinyatakan lolos dan dikirim ke Ibu Kota Uni Emirat Arab (UEA) tersebut.

"Alhmadulillah kita dapatkan yang kita anggap terbaik lah 14 orang itu, ada yang hafal 30 juz, ada yang hafal 20 juz, dan ada yang 15 juz. Mereka sedang di Abu Dabhi sekarang," ujar Direktur Bimas Islam, Muhammadiyah Amin saat ditemui Republika.co.id di kantornya, Senin (16/10) kemarin.

Namun, kata dia, pada saat mengirimkan para hafiz tersebut Menteri Agama Lukman Saifuddin berpesan aga kedepannya pengiriman hafiz tersebut dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Karena, menurut dia, dalam pengiriman pertama kali tersebut terdapat beberapa kendala.

"Karena ada kekurangan ketika kami mengirim ke sana, yaitu mereka itu walaupun menghafal Alquran tetapi bahasanya kurang, termasuk bahasa Arabnya kurang. Karena tidak semua orang yang menghafal Alquran itu bisa bahasa arab juga," ucapnya.

Selain terkendala bahasa, lanjut dia, 14 imam tersebut rata-rata sudah berkeluarga, sehingga banyak yang ingin kembali ke Indonesia karena rindu. Sementara, pengiriman imam tersebut tidak diperbolehkan bersama keluarganya.

"Kendala ketiga, mereka kan baru pertama keluarga negeri. Tentu saja tradisi dan kehidupan di negara negara itu berbeda dengan tradisi yang ada di negara kita. Tapi ini baru pertama tahun 2017 yang kita kirim dan berikutnya kita akan melakukan kelanjutan mengenai ini," katanya.

Ia menambahkan, ke depannya Kementerian Agama akan mengevaluasi pengiriman hafiz ke luar negeri tersebut. Bahkan, menurut dia, ke depannya pihaknya akan membatasi usia para hafiz tersebut. "Karena itu tadi, mungkin paling tidak bukan hanya segi hafalannya, tapi juga dari segi bahasanya. Karena itu penting menurut saya, apalagi kalau misalnya nanti yang minta Jepang harus mengerti bahasa Jepang," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement