Selasa 17 Oct 2017 11:21 WIB

Israel Setujui Pembangunan Perumahan Pemukim di Kota Hebron

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
  Pengunjuk Palestina bentrok dengan pasukan pendudukan Israel di Hebron, Palestina  Sabtu (10/10).  (REUTERS/Mussa Qawasma)
Pengunjuk Palestina bentrok dengan pasukan pendudukan Israel di Hebron, Palestina Sabtu (10/10). (REUTERS/Mussa Qawasma)

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir, pemerintah sipil Israel telah menyetujui pembangunan unit perumahan pemukiman di kota Hebron, Palestina. Israel berencana membangun 31 unit perumahan di pemukiman Beit Romano di Kota Tua Hebron, sebuah lokasi yang dulu merupakan stasiun bis di Jalan Shuhada. Di samping itu, sebuah pangkalan militer Israel beroperasi di bekas sekolah Palestina.

Dilansir dari Aljazirah, Senin (16/10),  Jalan Shuhada, arteri komersial utama Kota Tua, telah ditutup oleh tentara Israel sejak tahun 1994, memaksa banyak toko tutup. Warga Palestina dilarang mengakses jalanan, sehingga mengganggu kehidupan dan merusak rumah mereka.

"Keputusan untuk membangun perumahan pemukim baru menantang masyarakat internasional dan melanggar hukum dan kesepakatan internasional," kata Issa Amro, juru bicara kelompok aktivis Pemuda Melawan Pemukiman di Hebron.

Menurutnya, pembangunan perumahan pemukim ini akan membuat hidup orang-orang Palestina yang tinggal di Kota Tua semakin menderita, karena sebelumnya mereka harus melalui pos pemeriksaan, penutupan dan serangan berulang dari pemukim Yahudi dan tentara Israel.

UNESCO mendeklarasikan Hebron Old City sebagai situs warisan dunia. Warga Palestina bisa mengajukan banding atas rencana tersebut, yang bisa menunda pembangunan unit pemukim.

Tayseer Abu Sneneh, Wali Kota Hebron, mengatakan, keputusan tersebut merupakan agresi terang-terangan dari Israel atas properti kota Hebron. "Kami akan menantang keputusan ini secara legal, dan akan menerapkan tekanan politik, juga," katanya.

Ia mengatakan, izin yang disetujui hari ini akan meningkatkan jumlah pemukim di Hebron sebesar 20 persen. Sambil melakukan segalanya untuk mendapatkan segelintir pemukim kecil, kata Snenenh, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membahayakan moralitas dan citra Israel di luar negeri, dan menghancurkan nilai dasar hak asasi manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement