Rabu 18 Oct 2017 08:42 WIB

Antisipasi Efek Brexit, Inggris Harus Naikkan Investasi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Uni Eropa  Donald Tusk memegang  surat resmi pengunduran diri Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dari PM Inggris Theresia May kepada
Foto: Yves Herman/Pool Photo via AP
Presiden Uni Eropa Donald Tusk memegang surat resmi pengunduran diri Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dari PM Inggris Theresia May kepada

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pasca keputusan untuk keluar dari Uni Eropa (UE), Inggris dinilai harus menaikkan investasi publik untuk mengantisipasi merosotnya pertumbuhan ekonomi.

Dalam ulasannya, Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menilai produktivitas Inggris masih rendah dan Bank Sentral Inggris (BOE) harus tetap memberi kelonggaran moneter. OECD berulang memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris hanya akan mencapai satu persen tahun depan dari 1,6 persen tahun ini.

Prediksi itu dibuat dengan asumsi Inggris tak membuat kesepakatan apapun dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) hingga 2019 atau gagalnya transisi. Namun sejumlah analisis menilai Inggris akan membuat kesepakatan dengan WTO. Meskipun beberapa pekan belakangan, Inggris memberi sinyal tak mau bersepakat apapun dengan WTO.

OECD juga menyatakan kesepakatan transisi dengan UE akan meredam dampak negatif Brexit. Hal itu pula yang diinginkan Inggris saat ini.

''Brexit meningkatkan ketidakpastian, mengurangi keyakinan investasi bisnis, dan membuat tantangan produktivitas makin kompleks,'' demikian ulasan OECD seperti dikutip Reuters, Selasa (17/10).

Organisasi berbasis di Prancis itu juga menyatakan, bila ekonomi Inggris melambat drastis, Pemerintah Inggris harus mencari investasi yang bisa dimulai dan berdampak segera.

Melihat migrasi warga yang cukup intensif, ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas juga terancam. Apalagi, warga yang pindah dari Inggris adalah tenaga mahir.

''Negosiasi untuk menjamin hak warga UE merupakan hal penting untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja dan standar hidup,'' tulis laporan OECD.

Bila Brexit bisa dibendung, hal itu akan jadi pemacu pertumbuhan ekonomi Inggris.

Merespon laporan OECD, Kementerian Keuangan Inggris menyatakan pertumbuhan ekonomi merupakan fokus utama. Inggris menyiapkan 23 miliar poundsterling untuk membiayai infrastruktur, riset dan pengembangan, serta perumahan.

Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond tak punya banyak cadangan dana untuk belanja lebih banyak jika ia ingin menutup defisit APBN Inggris pada sekitar 2020. Namun, ia tak bisa menghindari tekanan Partai Konservatif tempatnya bernaung. Ia tak bisa melakukan banyak hal agar Partai Konservatif bisa melawan serangan dari Partai Buruh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement