REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Fitra Arsil menilai semestinya keputusan penerimaan atau penolakan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas diberikan pada Kekuasaan Kehakiman. Alasannya, jika diberikan pada lembaga politik seperti DPR RI, maka bisa jadi merubah penafsiran-penafsiran kegentingan yang memaksa dalam penerbitan Perppu Ormas.
"(Kegentingan yang memaksa) Ini adalah konsep hukum, tapi maknanya luas, kalau diserahkan ke politik akan bisa dirubah makna kegentingannya," ujar dia saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Nusantara, Rabu (18/10).
Fitra juga mengatakan, saat ini terjadi dua pembahasan dalam Perppu Ormas, yakni dalam lembaga legislatif sendiri, dan yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, lanjut dia, akan ada kebingungan saat MK dan DPR mengeluarkan keputusan yang berbeda. "Jadi sebaiknya (keputusan Perppu Ormas) diberikan kepada kekuasaan kehakiman," jelas dia.
Pimpinan RDP, Fandi Utomo memberikan penjelasan kembali bahwa DPR RI juga sedang menunggu putusan dari sidang yang dilakukan di MK. Akan tetapi, lanjut dia, pembahasan di DPR juga harus tetap berjalan untuk memenuhi masa sidang. "Kami mengharapkan putusan MK bisa didengar, kita harus jalankan, karena tidak akhir masa sidang ini kita harus memutuskan," jelas dia.