REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Badan penegak hukum Filipina menangkap seorang wanita, yang mencoba menyebarkan pemikiran keras dan merekrut ratusan orang asing untuk memperkuat pemberontak pendukung ISIS di Filipina selatan.
Karen Aizha Hamidon, janda mantan pemimpin kelompok garis keras di Mindanao, ditangkap satuan khusus di rumahnya di pinggiran kota Manila sepekan lalu. "Ia dikenai tuduhan menghasut pemberontakan," kata Menteri Kehakiman Vitaliano Aguirre dalam jumpa pers, Rabu (18/10).
Hamidon dituduh menggunakan media gaul dan aplikasi pesan untuk meminta orang asing bergabung dalam pengepungan oleh pesekutuan pendukung ISIS di kota Marawi.
Militer mengatakan perang yang menjadi kemelut keamanan terbesar dalam beberapa tahun di Filipina, kini dalam tahap akhir. Perang telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, kebanyakan pemberontak. "Itu perkembangan baik dalam perang melawan terorisme," kata Aguirre.
Badan penegak hukum tersebut menemukan bahwa dia telah membuat 296 pos di ruang obrolan di Telegram dan WhatsApp. "Pesan itu berisi untuk meminta Muslim di Filipina, India dan Singapura datang ke Marawi untuk mendirikan sebuah provinsi oleh ISIS," katanya.
Terdapat pula sekitar 250 nama, kebanyakan orang asing, dalam buku teleponnya yang dicurigai sebagai simpatisan ISIS.
Dengan mengenakan burqa hitam, Hamidon diarak di depan media namun tidak diizinkan untuk berbicara. Laptop, ponsel dan perangkat elektroniknya diperiksa oleh para ahli untuk penyelidikan forensik.
Hamidon, seorang mualaf Muslim, menikah dengan Mohammad Jaafar Maguid, alias Tokboy, mantan pemimpin kelompok radikal Ansar Al-Khilafa. Dia tewas dalam baku tembak dengan polisi pada Januari.
Aguirre mengatakan bahwa dia juga terkait dengan ekstremis Singapura dan Australia, yang keduanya berada dalam tahanan di negara mereka.
Namun, pakar anti-terorisme Sidney Jones meragukan apakah penangkapan Hamidon merupakan langkah yang efektif. Jones mengatakan, kehadirannya di ruang obrolan pendukung ISIS tidak disambut baik. Kredibilitasnya dipertanyakan dan beberapa peserta menyalahkannya atas penangkapan orang radikal. "Semua orang membencinya dan mengira dia mata-mata," kata Jones