REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakhadiran Djarot Saiful Hidayat dalam pelantikan dan serah terima jabatan (Sertijab) Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Senin (16/10) lalu, disayangkan banyak pihak. Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai, seharusnya Djarot bisa menunda acara liburan pribadinya.
"Sebaliknya kita juga harus menyesalkan ya sikap mantan wakil gubernur yang kekanak-kanakan, masa ia liburan di acara serah terima jabatan. Liburan pribadi bawa anak istri , dia kan tokoh nasional sudah menjadi salah satu ketua DPP PDIP, sangat disayangkan sikapnya kaya begitu," kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, Rabu (18/10).
Seperti diketahui, Djarot tidak menghadiri acara Sertijab Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wagub DKI Jakarta. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tidak mengetahui alasan mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat tidak menghadiri agenda serah terima jabatan (Sertijab) kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Djarot diketahui sedang berlibur ke Nusa Tenggara Timur. Sertijab kepada kepala daerah yang baru, diatur dalam Peraturan Presiden 16/2016 tentang tata cara pelantikan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Khususnya pada pasal 13.
Pada ayat (1) pasal 13, disebutkan bahwa penyerahan memori Sertijab dilakukan dari gubernur dan wakil gubernur yang digantikan, kepada gubernur dan wakil gubernur yang menggantikan. Ayat (3) menyebutkan, Sertijab gubernur ini disaksikan oleh Menteri atau bisa juga pejabat yang ditunjuk.
Lantas, ayat (5) mengatur, ketika gubernur dan wakil gubernur yang digantikan itu berhalangan hadir, maka memori Sertijab disampaikan oleh Sekretaris Daerah. Dalam konteks Sertijab kepada Gubernur Anies dan Wagub Sandiaga kemarin, Sekda DKI Saefullah memang hadir dan melakukan Sertijab kepada Anies dan Sandiaga.
Namun, ayat berikutnya mengatur soal tiga kondisi yang dimaksud berhalangan hadir pada ayat (5) tersebut. Pertama, menderita sakit yang membuat fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal. Alasan sakit ini pun harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang. Kedua, tidak diketahui keberadaannya, dan ketiga, meninggal dunia.