REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kinerja Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang telah melewati tahun ketiga tak pernah lepas dari sorotan media internasional. Kebijakan politik keamanan dan ekonomi pemerintahan Jokowi menjadi dua isu yang mendominasi pemberitaan media asing.
Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence) mencatat, sepanjang tanggal 7 Oktober 2016-1 Oktober 2017, total pemberitaan tentang pemerintahan Jokowi di 286 media daring asing mencapai 5.323 berita.
"Apabila isu ekonomi relatif lebih banyak mendapatkan sorotan dalam sisi netral dan positif, isu politik keamanan ada beberapa hal yang masih memperoleh framing negatif," ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang dalam hasil riset bertajuk "Rapor Merah Rapor Biru Jokowi: Kajian Analisis Media Asing Berbahasa Inggris" seperti dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (18/10).
Menurut Rustika, kebijakan perekonomian Jokowi merupakan sisi yang mendapat sorotan tanpa putus sepanjang setahun terakhir. Persepsi media asing terhadap aspek ekonomi yang terkait dengan Jokowi, lanjut Rustika, relatif lebih baik dan netral. "Sektor ekonomi dan perdagangan merupakan isu yang memperoleh ekspos terbanyak dengan sentimen positif dan netral alias rapor biru," ungkapnya.
Total pemberitaan terkait isu ekonomi pemerintahan Jokowi di media asing mencapai 2.180 berita atau sekitar 41 persen dari seluruh isu yang ada. Menurut Rustika, isu-isu ekonomi yang dinilai positif media internasional ini antara lain kebijakan pemerintah di sektor perdagangan, diplomasi ekonomi serta perbaikan iklim investasi.
Fokus pemberitaannya antara lain mengenai sisi pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi rendah di Indonesia, tax amnesty, naiknya rating standard and poor untuk Indonesia, diplomasi ekonomi, hingga peran Indonesia dalam “jalur sutera” modern. Sektor pariwisata di Indonesia juga memperoleh rapor positif.
"Bali, NTB dan Yogyakarta menjadi lokasi terbanyak yang disebut media asing. Di sisi lain, Indonesia juga mendapat apresiasi positif dari media asing dalam peran dan diplomasi internasional, seperti dalam kasus komunitas Rohingya di Myanmar," papar Rustika.
Sementara itu, berdasarkan judul pemberitaan di media asing, masalah politik dan keamanan merupakan salah satu sisi yang masih diberi rapor merah (framing) oleh media internasional. Rustika mengungkapkan, isu-isu politik yang dinilai negatif oleh media internasional ini antara lain; kemunculan kelompok yang dianggap sebagai kelompok radikal yang dikhawatirkan mengusung pandangan intoleransi.
"Dalam hal penggunaan judul pemberitaan negatif tertinggi di media asing selaras dengan isu gejolak dalam negeri yang terjadi di bulan November, Desember, Mei, dan Juli. Isu pilkada DKI berikut turunannya hingga aksi demo pembubaran HTI menjadi sorotan negatif media asing," kata Rustika.
Media internasional, lanjut Rustika, sangat memerhatikan secara khusus dan detail dalam melihat Pilkada DKI Jakarta, termasuk varian isu yang berkembang. Sebagai contoh, kata dia, mulai dari pelaksanaan pilkada, Aksi Bela Islam, hingga kasus chat Habib Rizieq.
Kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan, kata dia, juga mendapat perhatian media asing, dengan tajuk penyerangan terhadap tokoh antikorupsi di Indonesia. Terkait kebijakan hukuman mati, papar Rustika, setiap pernyataan Jokowi mendapatkan perhatian media internasional.
"Media menuliskan bahwa Jokowi mulai mengikuti jejak Presiden Filipina Rodrigo Duterte, sekalipun masih dipandang pro dan kontra. Demikian pula dengan hal lain yang terkait Papua juga mendapatkan perhatian, di antaranya mengenai Freeport, HAM, serta Papua Barat," ungkapnya.
Rustika menambahkan, hal terbesar dan konsisten yang ditulis media asing berbahasa Inggris sepanjang setahun terakhir adalah mengenai terorisme dan ISIS. Seperti pernah disampaikan Menkopulhukam Wiranto, ada sekitar 500 WNI yang bergabung di ISIS di Irak dan Suriah. Presiden Jokowi dalam hal ini disebutkan dalam pemberitaan tentunya dengan harapan agar lebih memperhatikan isu global yang tengah berkembang mengkhawatirkan ini.
Antara Harapan dan Kekhawatiran
Framing dan sentimen yang berbeda dari media internasional terhadap Presiden Jokowi terkait dengan dua isu besar, yakni ekonomi yang dinilai positif dan politik keamanan yang masih mendapatkan rapor merah, menurut Rustika, mengisyaratkan beberapa hal penting yang perlu dielaborasi secara khusus.
"Pertama, isu ekonomi terkait dengan Jokowi yang dinilai positif oleh media internasional menunjukkan bahwa arah kebijakan ekonomi presiden relatif dianggap on the track," kata Rustika.
Menurut dia, ada anggapan di kalangan media internasional bahwa Presiden Jokowi -- melalui berbagai inisiatif, kebijakan dan program yang dijalankan — cukup serius untuk menata ekonomi nasional, sekalipun tantangan yang dihadapi juga tidak kecil.
Kedua, lanjut dia, dalam isu politik, Jokowi umumnya masih menyisakan penilaian negatif oleh media internasional. Meski demikian, kata Rustika, persepsi ini tidak secara langsung tertuju pada Presiden Jokowi.
"Sorotan negatif media internasional sebenarnya lebih terarah pada menguatnya gejala sektarianisme politik yang cenderung digunakan kelompok-kelompok tertentu yang beroposisi terhadap presiden, termasuk isu pemberantasan korupsi yang agaknya masih menjadi agenda kerja yang tergolong berat bagi pemerintahan Jokowi," ujar Rustika.
Di sisi lain, kata Rustika, terbukti bahwa dalam toleransi, kebebasan dan HAM Jokowi memperoleh apresiasi positif dari media internasional. Dengan demikian, isu yang dinilai negatif oleh media internasional itu agaknya lebih diposisikan sebagai kendala politik yang dihadapi Presiden dalam mewujudkan visinya tentang Indonesia yang demokratis, majemuk, toleran dan bebas dari KKN.
"Terakhir, temuan data pemberitaan media asing dalam hal isu ISIS dan terorisme, bisa menjadi alarm bagi Jokowi agar lebih memperhatikan masalah yang sedang menjadi pusat perhatian dunia pada saat ini," pungkas Rustika.