Kamis 19 Oct 2017 12:10 WIB

Seribu PRT akan Surati Jokowi

Calon pembantu rumah tangga beristirahat menunggu panggilan bekerja sebagai pembantu infal lebaran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Rabu (29/6). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Calon pembantu rumah tangga beristirahat menunggu panggilan bekerja sebagai pembantu infal lebaran di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, Rabu (29/6). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 1.000 pekerja rumah tangga (PRT) dari seluruh Indonesia akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan perlindungan kepada mereka melalui Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

"Surat-surat tersebut akan kami serahkan kepada Presiden Jokowi melalui Kementerian Sekretariat Negara pada Jumat (20/10), tepat tiga tahun Pemerintahan Presiden Jokowi," kata Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini, kamis (19/10).

Lita mengatakan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia belum ada kejelasan. Sudah 13 tahun dan tiga periode pemerintahan dan DPR, belum juga disepakati RUU PPRT menjadi program legislasi nasional di DPR.

Padahal, para PRT di seluruh Indonesia sempat menaruh harapan pada DPR periode 2009-2014 karena sudah sempat mewacanakan RUU PPRT. Bahkan, sudah ada beberapa anggota DPR yang dikabarkan melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina pada 2012.

"Naskah RUU PPRT kabarnya sudah disiapkan dan diserahkan ke Badan Legislasi DPR. Namun, akhirnya pembahasan naskahnya dihentikan oleh Badan Legislasi DPR," ujar Lita.

Para PRT pun kemudian berharap pada DPR periode 2014-2019. Namun, Lita menilai DPR periode tersebut justru mengalami kemunduran karena tidak terlihat sama sekali niatan untuk membahas RUU tersebut.

"PRT dibutuhkan, tetapi nasibnya betul-betul dipinggirkan dan didiskriminasi. Revolusi mental yang digaung-gaungkan justru memperlihatkan situasi yang kental dengan feodalisme," katanya lagi.

Lita mengatakan situasi kerja yang dihadapi para PRT di Indonesia masih jauh dari layak dan tidak terlindungi. Mereka kerap tidak mendapatkan hak libur, kesempatan untuk berorganisasi, dan jaminan sosial.

"Belum lagi kasus PRT yang tidak dibayar upahnya dan beberapa kasus kriminal yang dialami seperti penyekapan, penyiksaan dan kekerasan seksual," ujarnya.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement