REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim menilai, Setya Novanto memang sangat bisa dijadikan tersangka lagi. Hanya, KPK memang harus memenuhi lagi prosedur penetapan tersangka, sehingga semua bisa dibilang tinggal persoalan teknis saja.
"Ini hanya soal teknis saja, KPK ikuti saja SOP yang dibikin 2008 lalu, alat bukti yang sudah diputus tidak perlu disita lagi, tidak lama itu misal empat hari tinggal dikumpulkan keterangan tersangka dan surat-surat yang sudah ada, sudah dua alat bukti permulaan," kata Hifdzil, Kamis (19/10).
Hifdzil pun telah melakukan eksaminasi publik, dan hasilnya disepakati kalau alat bukti yang sudah ditetapkan sudah bisa menetapkan tersangka baru dalam kasus e-ktp. Catatannya, KPK memang perlu memenuhi prosedur dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Artinya, lanjut Hifdzil, memang perlu ada jeda waktu untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Tapi, ia menegaskan, tidak ada alat bukti yang tidak bisa dipakai untuk menetakan tersangka baru, mengingat cukup banyak nama-nama baru yang sempat tersebut.
Terkait putusan praperadilan terhadap Setya Novanto, ia menekankan putusan hakim memang harus diterima semua pihak. Tapi, itu tidak bisa jadi pelemah untuk memeriksa korupsi e-ktp, dan KPK tetap bisa melakukan pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi.
Malah, ia melihat laporan Setnov melalui kuasa hukumnya ke Bareskrim yang diarahkan ke KPK, dirasa tidak berdasarkan hukum. KPK, boleh menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka, dengan alat bukti yang didapatkan dari pemeriksaan sebelumnya.
Hal itu tentu dapat dilakukan KPK asal sudah memenuhi prosedur yang memang seharusnya dijalankan, agar tidak terbelit lagi persoalan-persoalan teknis. Bahkan, ia berpendapat, KPK bisa saja melaporkan balik kuasa hukum Setya Novanto, bila merasa pelaporan menghalangi pemeriksaan.
"Kalau KPK merasa pelaporan itu menghalangi pemeriksaan, KPK bisa laporkan kuasa hukum (Setnov), dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Hifdzil.