Kamis 19 Oct 2017 17:56 WIB

Aturan Baru akan Muat Batas Tarif Angkutan Online

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nur Aini
Peserta aksi membawa berbagai poster dan spanduk pada aksi ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Peserta aksi membawa berbagai poster dan spanduk pada aksi ribuan pengemudi transportasi berbasis aplikasi online di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah mengumumkan rumusan rancangan revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan ada sembilan poin utama yang masuk dalam rumusan revisi PM untuk taksi daring itu.

"Dalam rumusan ini ada sembilan substansi yang diatur yaitu mengenai agrometer taksi, tarif, wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, domisili TNKB, SRUT, dan peran aplikator," kata Budi dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perhubungan, Kamis (19/10).

Selain sembilan poin penting tersebut, Budi menjelaskan ada tiga hal yang berbeda dengan PM Nomor 26 sebelumnya sebelum dicabutnya beberapa pasal oleh Mahkamah Agung (MA). Ketiga poin tersebut mengenai aturan adanya SIM umum yang harus dibuat, asuransi untuk pengguna dan pengemudi, dan kewajiban aplikasi mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) untuk memiliki badan hukum.

Selain aturan tersebut, Budi memastikan nantinya revisi PM Nomor 26 yang baru juga akan membahas mengenai sanksi jika ada yang tidak mau mengikuti aturan. "Ya tentunya nanti akan ada semacam sanksi-sanksi apabila mereka tidak bisa memenuhi," ujar Budi.

Budi menjelaskan, dalam revisi tersebut yang paling penting juga mengenai tarif batas bawah dan atas agar tidak terjadi monopoli. Aturan tersebut, kata Budi, juga bisa membatasi jika ada pihak yang ingin memberikan diskon sehingga mengakibatkan adanya pihak lain yang tidak mampu bersaing.

"Intinya kami mengharapkan aturan ini agar monopoli-monopoli tidak terjadi dan kesetaraan terjadi. Dengan kesetaran ini, semua pihak bisa hidup berdampingan. Kami juga sudah memikirkan bagaimana untuk mengontrol berlakukan tarif batas bawah dan atas ini, nanti juga akan ada transisi waktu," ujar Budi.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut mengatakan rumusan revisi peraturan memang untuk adanya kesetaraan. "Kami ingin melihat adanya keseimbangan. Jangan sampai ada yang ke pengadilan lagi atau lain sebagainya," ungkap Luhut.

Luhut memastikan semua perumusan aturan tersebut dilalui setelah semua pihak hadir melakukan seluruh prosesnya. Keputusan dari rumusan tersebut menurut Luhut menjadi jalan tengah karena sejak awal belum ada antisipasi jika peran teknologi dibutuhkan dalam penggunaan transportasi tersebut.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan model bisnis dalam bidang usaha transportasi memang harus jelas. "Pada intinya, aplikasi itu ibarat hanya dapur yang menunjang pengoperasian. Berbeda kalau di negara lain, Uber yang minta izinnya atau aplikator itu sendiri," kata Rudiantara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement