Jumat 20 Oct 2017 05:30 WIB
Tiga Tahun Jokowi-JK

Reklamasi Jadi Rapor Merah Pemerintahan Jokowi-JK

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, salah satu rapor merah dalam tiga tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) adalah soal reklamasi teluk Jakarta. Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan, reklamasi menjadi rapor merah karena proyek ini dibuat tanpa izin analisa dampak lingkungan (AMDAL) yang benar, sehingga merugikan hak hidup nelayan.

"AMDAL yang benar harusnya juga mencakup analisa dampak sosial. Ini yang harus dilakukan dengan benar, transparan dan partisipatif," ujar Sandra usai diskusi publik 'Evaluasi tiga tahun kinerja HAM Jokowi-JK', Kamis (19/10).

Sandra mengungkapkan, Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup mengatur dengan jelas soal itu. "Paling penting adalah bagaimana nasib para nelayan yang hidup di pesisir. Jadi tanpa itu reklamasi tidak bisa dilakukan," katanya.

Untuk itu, ia mengatakan reklamasi harusnya dilakukan dengan AMDAL menyeluruh. Sandra menegaskan, tidak bisa AMDAL hanya satu pulau per satu pulau. Tapi harus AMDAL seluruh proyek reklamasi, bagaimana dampak lingkungan alam dan masyarakat sekitar. Walaupun saat ini pemerintah menjamin kehidupan nelayan akan lebih baik dengan disiapkan pemukiman di pulau reklamasi. Menurutnya harus dikaji apakah itu yang memang diharapkan nelayan.

"Apakah sesuai dengan kondisi nelayan saat ini yang haknya hilang akibat reklamasi," jelasnya.

Maka, menurutnya moratorium yang dulu diberlakukan masih sangat perlu dipertahankan. Dan harusnya moratorium dipertahankan sampai AMDAL dilakukan dengan benar dan partisipatif untuk seluruh proyek pulau reklamasi.

Kemudian dari sisi penggusuran, ia mengungkapkan penggusuran masyarakat nelayan pesisir atau pinggir kali harus dilihat dar perspektif HAM keberpihakan pada kelompok miskin. Walaupun ini proyek pemprov DKI tapi tetap menjadi catatan dalam pemerintahan Jokowi-JK. Pada waktu Gubernur Ahok, rakyat digusur secara besar-besaran. Padahal seharusnya penataan kembali sungai dan pesisir bisa tanpa menggusur secara besar-besaran. Akibatnya banyak warga yang tidak siap mencari hunian sementara.

"Bisa dilakukan secara parsial, sehingga masyarakat juga bisa tingga di kampung deret atau rumah susun yang sudah ada," katanya.

Sandra menambahkan, belajar dari Surabaya, Jogja dan banyak kota lain yang penataan bisa dilakukan tanpa melanggar HAM.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement