REPUBLIKA.CO.ID, Istri Al-Hathab hidup pada zaman Nabi SAW. Ia amat penyabar, seorang mukminah yang dikabari oleh Rasulullah akan memperoleh kedudukan di surga. Nabi menyampaikan berita itu kepada para sahabat, dan segera menyebar ke sudut-sudut rumah kaum Muslimin. Mereka saling bertanya, “Ada apa dengan Al-Hathab? Apa kelebihan istri si pencari kayu bakar tersebut?”
Dikuti dari buku yangg berjudul “Perempuan-Perempuan Alquran” karya Abdurrahman Umairah bahwa dijaminnya surga atas istri Al-Hathab menimbulkan tanya dan cemburu pada istri-istri Muslimin lainnya. Istri Al-Hathab kemudian bercerita mengenai dirinya: “Suamiku bekerja mencari kayu di gunung, memotongnya, lalu memikulnya. Ia lalu membawanya ke pasar untuk dijual. Suamiku kembali ke rumah dengan membawa kebutuhan keluarga. Ia pasti letih, badannya panas, dan tenggorokannya amat haus. Suamiku benar-benar kelelahan, karena itu aku menyediakan air dingin sebagai penyejuk dahaganya."
"Begitu datang, ia segera mendapatkan air yang kusediakan itu. Setelah itu, kusiapkan bekal untuk makan siang, kukemasi barang-barangnya. Kedatangannya kusambut dengan berdiri, sambil menggunakan pakaian yanng bagus dan rapi. Ia kusambut dengan penuh rindu, seolah berpisah sekian lama. Begitu masuk, kusambut dia layaknya mempelai laki-laki yang begitu lama kunanti. Kuserahkan seluruh diriku kepadanya. Kalau suamiku ingin istirahat dan bersenang-senang, kubantu dia, kalau ia menginginkan diriku, kurebahkan diri antara dua lengannya bagai anak kecil yang bersuka ria dengan ayahnya.”
Tutur istri si pencari kayu bakar itu sangat mengharukan mereka yang mendengarnya. Tak mustahil segala keletihan dan kepenatan Al-Hathab segera sirna atas hiburan dan sambutan dari istri yang demikian mulia. Sikap indah dari istri mukminah lagi salehah ini menjadi obat penawar dan penyegar bagi suaminya yang pulang kerja mencari nafkah.
Hal tersebut ditekankan pada jawaban Rasulullah saat menjawab pertanyaan Asma’binti Zaid bin Sakan Al-Anshari. “Ya Rasulullah, saya adalah wali perempuan-perempuan yang ada di belakangku, kaum Muslimah secara keseluruhan dan istri-istri orang mukmin. Mereka bertanya seperti yang akan kutanyakan kepadamu, pandangan mereka seperti pandangan saya; suara saya adalah suara mereka. Sesungguhnya Allah mengutus Anda untuk kaum laki-laki dan kaum perempuan. Kami beriman dan akan mengikuti semua ajaran Anda. Ya Rasulullah, kami kaum perempuan merasa segala-galanya terbatas, hanya duduk di rumah menjadi obyek penyaluran keinginan laki-laki dan mengandung anak-anak mereka. Sebaliknya, laki-laki dapat berkumpul, shalat berjamaah, mendatangi jenazah, berjihad, dan sebagainya. Bila mereka pernah berjihad kami hanya tinggal di rumah memelihara anak-anak dan harta mereka. Wahai Rasulullah apakah kami mendapatkan bagian dari pahala mereka?”
Rasulullah takjub mendengar pertanyaan kritis dan kaum perempuan yang diwakili oleh Asma. Beliau kemudian menoleh kepada para sahabat sambil berkata, “Apakah kalian pernah mendengar perkataan perempuan yang kuwakili bahwa pergaulannya sangat baik terhadap suaminya, berusaha mendapatkan keridaan suaminya, dan mengikuti jejaknya yang baik akan mengimbangi pahala yang didapat kaum lelaki. Pahala perempuan yang berada di rumah sama besarnya dengan pahala lelaki yang berjuang dan berbuat di luar rumah. Itulah pahala bagi kaum perempuan yang taat dan patuh kepada suami mereka. Maka, pergilah kau sekarang dan beritahu perempuan-perempuan yang kau wakili tentang ini!”
Mendengar jawaban Rasulullah yang luar biasa itu, Asma berkali-klai bertahlil dan bertakbir karena puas dan amat gembira atas kabar dari Rasulullah itu. Maka, ada hikmah yang agung di balik pernyataan Rasulullah bahwa perempuan yang melakukan perbuatan seperti istri Al-Hathab sangat pantas mendapat surga kelak di akhirat ; ada pelajaran penting tentang tata cara berumah tangga secara islami, ada nilai untuk kehidupan keluarga dan aturan untuk hubungan suami istri yang adil dan mulia.