REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Setelah sukses menjalankan uji coba pembatasan kendaraan bermuatan besar di Tol Jakarta-Cikampek, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berencana menerapkan kebijakan itu di Tol Cikampek-Jakarta. Dengan begitu, uji coba pembatasan kendaraan besar dilakukan di dua jalur sekaligus.
Kepala BPTJ Bambang Prihantono mengatakan, perluasan pembatasan truk dilakukan setelah uji coba pertama memiliki dampak positif. Dia menuturkan, saat ini rata-rata laju kendaraan naik sekitar 15 persen. Kalau semua kendaraan masuk tol tidak dibatasi, sambung dia, akan terjadi kemacetan parah.
"Melihat pertimbangan tadi, akhirnya disepakati bahwa kita (BPTJ) akan melakukan uji coba dua arah, yaitu Jakarta-Cikampek dan Cikampek-Jakarta," kata Bambang di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jumat (20/10).
Bambang menjelaskan, rencana tersebut berdasar pada banyaknya warga Jakarta yang bekerja di kawasan industri Cikarang. Selain itu, Bambang menegaskan, kebijakan tersebut sejatinya bertujuan memangkas waktu tempuh pekerja agar dapat tiba tepat waktu.
Dia menganggap, masyarakat Jakarta yang bekerja di Kabupaten Bekasi seharusnya juga dapat merasakan hak yang sama, seperti warga Bekasi yang bekerja di Jakarta. "Nanti akan segera diberlakukan jam perjalanan truk dari Jakarta-Cikampek, begitu juga Cikampek-Jakarta," kata dia.
Rencana penambahan jalur pembatasan truk bermuatan besar itu, menurut Bambang, mulai disosialisasikan pada Senin (23/10) selama sepekan. Sedangkan, penerapan uji coba akan dilakukan pada pekan berikutnya.
Bambang menerangkan, hanya kendaraan golongan IV dan V yang dilarang melintas selama jam sibuk pada hari kerja. Sedangkan, kendaraan golongan II dan III, yaitu truk dua dan tiga gandar masih dibebaskan melintas. Hanya saja, pihaknya menyarankan agar jenis kendaraan tersebut sebaiknya melalui jalur alternatif.
"Sebetulnya tidak ada larangan golongan II dan III untuk masuk tol, tapi selama ini mereka (golongan II dan III) masuk tol karena jalan antarkawasan belum dibuka. Tapi karena sekarang hampir sudah dibuka semua maka lebih baik gunakan jalur antarkawasan saja," ucap Bambang.
Dia menuturkan, masih dibebaskannya golongan II dan III melintasi jalur tol karena kecepatan kendaraan tersebut cukup tinggi, yaitu 80 kilometer (km) per jam. Adapun kendaraan golongan IV dan V hanya dapat melaju 60 km per jam. Namun, Bambang tidak menampik jika nantinya kendaraan golongan II dan III dapat dikurangi maka lalu lintas di tol juga bisa lebih lancar.
"Mereka lebih baik gunakan jalur kawasan saja, tidak perlu masuk tol, tapi kalau sudah di tol ya tidak apa-apa. Kalau bisa dilakukan, lumayan itu bisa berkurang sekitar 50 persen kendaraan dari antarkawasan," kata Bambang.
Wakil Ketua Umum I Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengaku kurang setuju dengan rencana BPTJ yang ingin menerapkan pembatasan kendaraan golongan IV dan V di dua ruas tol. Menurut dia, jika kebijakan itu dilakukan di jalur Cikampek-Jakarta dan Jakarta-Cikampek, truk harus menempuh perjalanan jauh. Dengan begitu, truk harus memutar menuju Tol Dalam Kota dan itu membutuhkan biaya logistik tak sedikit.
"Makanya, saya usulkan hanya satu titik penyebab kemacetan saja yang dibatasi, seperti Simpang Susun Cikunir, yang lain jangan," kata Kyatmaja.
Pertimbangan lain yang dikhawatirkan Kyatmaja adalah barang yang diangkut truk. Dia menjelaskan, ada beberapa klasifikasi barang, yang salah satunya berstatus harus segera tiba tepat waktu. Kyatmaja mengatakan, jika pengemudi harus melalui jalur antarkawasan maka sopir harus menghabiskan waktu pengiriman lebih lama. Kondisi itu berdampak pada pengiriman barang yang tak bisa cepat sampai tujuan.
"Makanya, saat mereka (BPTJ) minta pembatasan jalur Cikampek-Jakarta kita setuju, karena itu jalur pulang (industri-Pelabuhan Tanjung Priok). Tapi kalau sekarang jalur berangkat akan dibatasi juga, saya agak khawatir," kata Kyatmaja.
Dia juga berharap agar BPTJ bukan hanya terfokus pada pembatasan kendaraan bermuatan besar, tetapi juga produksi industri otomotif. Menurut Kyatmaja, perusahaan otomatif dapat memproduksi sekitar 1 juta unit per tahun, yang itu membebani jalan. Dia menilai jika pemerintah tidak melakukan pembatasan produksi maka sebesar apa pun jalur yang tersedia tidak akan dapat menampung seluruh kendaraan.
"Saya minta ke BPTJ agar tidak memberlakukan pembatasan truk saja, karena jumlah truk sendiri hanya tiga persen ditambah sembilan persen truk golongan II dan III."
(Editor: Erik Purnama Putra).