REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) oleh Polri memunculkan kecurigaan. Sebab, dia menilai, alasan pembentukan Densus Tipikor ini belum jelas.
Emerson mengungkapkan, hingga kini belum ada kajian akademik yang bisa disampaikan terkait perlunya membentuk Densus Tipikor. Ini terkait potensi apa saja dan seberapa besar uang negara yang bisa diselamatkan oleh densus antirasuah ini.
Apalagi, menurut dia, pembentukan Densus ini belum disosialisasikan secara menyeluruh pada masyarakat. Dia juga menyoroti permasalahan kerangka hukum dalam pembentukan Densus Tipikor ini. "Landasan hukum belum kuat, apakah keppres, inpres atau yang lain," katanya dalam di Jakarta Pusat, Sabtu (21/10).
Akibatnya, dia menuturkan, publik menjadi curiga pembentukan Densus Tipikor ini adalah upaya menyaingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di samping itu, dia menilai, gagasan densus tipikor ini masih abu-abu dalam hal mekanismenya.
Densus Tipikor sebelumnya dijelaskan akan bekerja dalam lingkup pencegahan hingga penuntutan. Namun, konsep ini juga dipakai oleh KPK sehingga dikhawatirkan justru menimbulkan persepsi densus sebagai saingan KPK.
Kemudian, dia berpendapat, dukungan DPR pada Densus Tipikor ini juga menimbulkan kecurigaan. Terlebih, saat wakil ketua DPR Setya Novanto juga terjerat kasus ini. "Momentum pembentukan ini tidak tepat," kata Emerson.
Emerson menambahkan, dari sisi independensi Densus Tipikor ke depan, momentum, serta hambatan dalam undang-undang yang diyakini akan memengaruhi kinerja Densus Tipikor. Karena itu, pemerintah pun diharapkan ikut turun tangan dalam rencana pembentukan lembaga tersebut.
“Perlu ada kepastian, ini bebas dari intervensi. Harus dikaji lebih dalam, memperkuat diri sendiri, atau yang sudah ada. Atau justru ingin ambil alih KPK,” katanya.