Sabtu 21 Oct 2017 22:32 WIB

Berbau Otoriter, Refly Keberatan Perppu Ormas

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Elba Damhuri
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun sesaat setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR-RI tentang Perppu Ormas di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Senayan, Rabu, (18/10).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun sesaat setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR-RI tentang Perppu Ormas di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Senayan, Rabu, (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebutkan ia tak mempermasalahkan Perppu Organisasi Masyarakat (Ormas) dari sisi pro atau kontra terhadap suatu organisasi atau kekuatan politik tertentu. Ia merasa keberatan dengan Perppu tersebut lantaran materi yang ada di dalamnya.

"Dari sisi materi, saya berkeberatan. Mengapa? Karena itu seperti memberikan blanko cek kosong kepada pemerintah untuk bisa membubarkan ormas apa saja tanpa proses hukum," ungkap Refly di Bangi Kopi SCBD, Jakarta Selatan, Sabtu (21/10).

Kini, kata dia, mungkin banyak yang tidak berpikir pemerintah akan otoriter atau menjadi diktator. Itu karena demokratisasi Indonesia telah mencapai beberapa kali pemilihan umum (Pemilu). "Tapi, kita juga tetap tidak boleh membiarkan hal itu," kata Refly.

Karena pemerintah bisa berganti, lanjut dia, suatu saat bukan tidak mungkin muncul pemimpin yang kuat, yang kemudian berkehendak membungkam semua organisasi.

Jika hal itu terjadi, lanjut Refly, maka pemimpin tersebut bisa menggunakan instrumen Perppu Ormas itu untuk membubarkan ormas. Oleh sebab itu, Refly meminta untuk dijaga betul hal tersebut.

Soal kemudian ada organisasi yang dianggap anti-Pancasila dan UUD-45, kata dia, maka harus ada penilaian yang adil dari pihak lain. Dalam hal itu, proses pengadilanlah yang bisa menentukan apakah organisasi tersebut bertentangan dengan Pancasila.

Jadi, kata dia, jika memang suatu ormas dianggap bertentangan dengan Pancasila, maka menurut UU yang lama, UU No. 17/2013, itu bisa diajukan ke pengadilan untuk dibubarkan.

Refly menyebutkan, itu semua merupakan soal bagaimana negara ini dijalankan oleh pejabat atau penyelenggara negara yang bijaksana. Pejabat atau penyelenggara negara bukan hanya berbuat berdasarkan hukum formil, tetapi juga hukum dan keadilan jika itu terkait dengan putusan hakim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement