REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memperingati Hari Santri yang ketiga di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Ahad (22/10). Hari Santri 2017 ini mengangkat tema Meneguhkan Peran Santri dalam Bela Negara, Menjaga Pancasila, dan NKRI.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan, selama ini peran santri sangat sentral untuk Indonesia. Said Aqil mengklaim, santri mempunyai peran tersendiri untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Kiprah santri teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika," kata dia.
Menurut dia, santri selama ini berdiri di garda depan untuk membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Pada 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan nusantara sebagai Darus Salam. "Tanpa resolusi jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan ini, tidak akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya yang kelak diperingati sebagai hari pahlawan," jelas Said Aqil.
Dari pantauan di lokasi, acara tersebut dihadiri Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Agama Lukman Hakim, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar dan sejumlah tokoh lainnya.
Panglima TNI Gatot Nurmantyo pun turut menyampaikan pesannya. Pesannya dibacakan oleh Laksamana Madya Didit Herdiawan. Dalam pesan yang disampaikan Didit, Gatot menilai, hari santri mengandung mengandung makna penghargaan perjuangan yang pernah dilakukan santri menghadapi penjajah.
"22 Oktober 1945 kita ingat KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihad para santri wajib melawan sekutu," kata dia.
Karakteristik Santri Ini menunjukkan ciri khas sifat santri Indonesia. Santri Indonesia, menurut Gatot dalam pesan yang dibacakan Didit mengalir jiwa yang mampu menjaga kekokohan bangsa. "Di sinilah Islam Indonesia tercermin, mengalir darah ksatria, patriot dan gotong royong," tutur dia.