REPUBLIKA.CO.ID, VALETTA -- Ribuan warga berkumpul melakukan aksi di Valetta, Malta, Ahad (22/10), untuk menuntut keadilan, atas kematian wartawan investigasi Malta Daphne Caruana Galizia.
Galizia meninggal akibat sebuah bom yang meledakkan dia saat di mobilnya pada Senin (16/10) lalu. Galizia dikabarkan telah menuduh politikus terkemuka melakukan korupsi, dalam blog pribadinya.
Beberapa politisi mencoba menghindari aksi demonstrasi tersebut, termasuk perdana menteri. Pemerintah mengatakan keluarga Galizia tidak ingin perdana menteri datang ke rumahnya.
"Saya tahu di mana posisi saya harus berada dan dimana posisi saya harus tidak berada," kata Perdana Menteri Malta Joseph Muscat kepada seorang pewawancara radio beberapa jam sebelum aksi demo dimulai. "Saya bukan orang munafik," kata Muscat lagi.
Pemimpin oposisi Adrian Delia, juga menghindari demo, dan mengatakan dia tidak ingin menimbulkan kontroversi. Kedua pria tersebut menjadi sasaran pelaporan Galizia, saat dia menyelidiki dugaan korupsi finansial, setelah bocornya Panama Papers.
Pemerintah telah menawarkan hadiah 1 juta euro (890.000 pounds/ 1,2 juta dollar) bagi yang mengetahui pembunuh wartawan investigasi Malta tersebut. Presiden Marie-Louise Coleiro Preca hadir dalam demonstrasi tersebut, dimana warga memegang bendera dan plakat Malta dengan slogan-slogan termasuk 'Crooks are everywhere' dan 'Journalists will not be reduced to silence'.
Salah seorang perempuan peserta aksi demo, Francesca Aquilina, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pihak berwenang memiliki 'darah di tangan mereka', sementara peserta demo lainnya, Carmelo Pace mengatakan politisi hanya menangis mengeluarkan 'air mata buaya'.