Senin 23 Oct 2017 15:12 WIB

BNPB Usulkan Kajian Risiko Bencana Masuk Syarat IMB

Rep: Nuraini/ Red: Endro Yuwanto
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei (kiri).
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengusulkan kajian risiko bencana bisa masuk dalam persyaratan izin mendirikan bangunan (IMB). Hal ini untuk menekan kerugian saat terjadi bencana alam.

"IMB itu harus mulai dipikirkan, meski belum bisa diterapkan, ke depan IMB memasukkan kajian risiko bencana. Ini untuk masalah kualitas rumah," ujar Kepala BNPB Willem Rampangilei usai membuka Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana, di Sorong, Papua Barat, Senin (23/10).

Willem menilai, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tidak mencukupi untuk mengurangi risiko bencana. Kajian risiko bencana dibutuhkan dalam pembangunan untuk mengurangi kerugian. "Tidak bisa dengan Amdal saja, sekarang ini harus dimasukkan kajian risiko bencana. Kalau tidak, siap-siap kita akan rugi terus," jelasnya.

Pembangunan sebelumnya, kata Willem, tidak berbasis kajian analisis risiko bencana karena pengetahuan dan teknologinya belum mampu. Akan tetapi saat ini perkembangan pengetahuan dan teknologi sudah mampu melihat potensi-potensi bencana. "Seperti di Surabanya sekarang ditemukan wilayah rawan gempa, padahal bangunan tidak didesain untuk itu. Ini sangat mengkhawatirkan, tinggal tunggu waktunya," ucap dia.

Selain analisis risiko bencana, lanjut Willem, BNPB juga mulai mengkaji asuransi kebencanaan. Hal ini untuk berbagi risiko dengan pihak swasta saat terjadi bencana. "Kami sudah berbicara dengan pihak swasta untuk risk financing. Ini sudah dikaji di level regional juga," ujarnya.

Meski demikian, Willem mengakui kerja sama dengan dunia usaha untuk pengurangan risiko bencana belum digali secara maksimal. "Kami kurang promosi, ini ke depan akan jadi program," ujarnya.  Hal ini karena menurutnya pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara kolektif yakni sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.

Pada 2016, BNPB mencatat Indonesia mengalami 2.384 bencana. Sementara, 150 juta orang tinggal di daerah rawan bencana, di mana 60 juta orang tinggal di daerah rawan banjir, 40 juta orang di wilayah rawan longsor, dan 1,1 juta orang tinggal di daerah rawan erupsi gunung berapi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement