REPUBLIKA.CO.ID, MARAWI -- Filipina pada Senin (23/10) menyatakan operasi militer berakhir di Kota Marawi, yang dikuasai kelompok bersenjata terkait ISIS selama lima bulan belakangan.
Operasi militer di kawasan selatan Filipina itu melibatkan pertempuran dalam kota, yang menandai kemelut keamanan terbesar bagi Filipina dalam beberapa tahun belakangan. Serangan militer kubu pemerintah dihentikan setelah tentara menewaskan semua gerilyawan, yang bersembunyi di sejumlah gedung di pusat Kota Marawi dan menolak menyerah.
Suara tembakan senjata otomatis masih terdengar pada Senin dan wartawan menyaksikan api di belakang sebuah masjid. Mayat sekitar 40 gerilyawan, dan dua dari istri mereka, ditemukan di sana dan dua gedung berdekatan.
Ernesto Abella, juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, mengatakan Filipina telah menang melawan ancaman ekstremisme dan radikalisme paling besar di Filipina dan Asia Tenggara. Sementara itu, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana menyatakan bahwa pasukan keamanan "berhasil menghancurkan infrastruktur kunci" milik para kelompok ekstrimis.
"Kami telah berkontribusi besar dalam menghentikan penyebaran kekerasan radikalisme dan ekstrimisme di Asia," kata Lorenzana dalam pertemuan antarmenteri pertahanan kawasan di Clark.
Gerilyawan membuat kewalahan pasukan militer, yang tidak berpengalaman dalam pertempuran dalam kota. Hal itu membuat banyak pihak khawatir ISIS menyebarkan pengaruh bagi Muslim setempat dan menggunakan Mindanao sebagai basis operasi mereka di Asia Tenggara.
Kekhawatiran itu terus membesar oleh kemampuan organisasi aliansi militan lokal dan perekrutan petempur muda. Mereka juga berhasil menarik simpati radikalis asing, mengumpulkan banyak senjata, dan bertahan 154 hari dari serangan darat dan udara.
Otoritas setempat mengatakan 920 anggota kelompok bersenjata, 165 tentara dan polisi, serta sedikitnya 45 warga sipil tewas dalam konflik lima bulan itu. Di sisi lain, lebih dari 300.000 orang juga terpaksa mengungsi. Komandan satuan tugas di Marawi, Kolonel Romeo Brawner, mengatakan bahwa para tentara akan mengamankan kota tersebut dari para militan yang mungkin masih hidup.
"Jika kami menemukan mereka, atau mereka mulai menyerang kami, maka kami harus mempertahan kan diri," kata dia kepada sejumlah wartawan.
Setelah sempat kesulitan, pihak militer mulai mudah memperoleh kemajuan dalam membebaskan Marawi sejak Isnilon Hapilon, yang merupakan emir ISIS di Asia Tenggara, dan Omarkhayam Maute, pemimpin kelompok bersenjata Maute, terbunuh.
Seorang tokoh lain yang diduga berperan sebagai sumber pendanaan asal Malaysia, Mahmud Aham, juga diduga tewas. Juru bicara militer, Mayor Jenderal Restituto Padila, membenarkan bahwa aksi tembak-menembak masih berlangsung. Namun "tidak ada lagi teroris" mengingat mereka sudah kehilangan pemimpin.
"Mereka tidak lagi punya organisasi dan tidak ada tempat untuk lari," kata dia.