REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai dapat merusak sistem demokrasi Indonesia apabila tidak membatalkan sistem presidential treshold (PT) 20 persen pada pemilihan umum (Pemilu) serentak 2019 mendatang. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria.
Ia beralasan, ketentuan 20 persen dalam Undang-Undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilu itu akan membuat hak sebagai warga negara untuk dapat dipilih menjadi hilang. "Jelas (dapat merusak demokrasi). MK ini kan sudah seperti malaikatnya konstitusi. Kami berharap sebagai malaikat pencabut nyawa bisa adil, dan memang harus adil. Kami masih berharap MK dapat adil dan menjunjung tinggi independensinya bagi bangsa dan negara," kata dia melalui keterangan tertulisnya, Senin (23/10).
Riza menilai, ketentuan dengan sistem 20 persen suara itu juga sangat jelas bertentangan dengan semangat UUD-45. Di mana, kata dia, pada UUD-45 disebutkan bangsa ini berdemokrasi, berlandasan hukum, berdasarkan kedaulatan, kesamaan hak, dan kesetaraan dalam kesempatan.
"Saya setuju kalau 20 persen itu melanggar ketentuan peraturan. Dan itu banyak dilanggar kalau dia tetap 20 persen," terang dia.
Ketentuan tersebut pun menurutnya hanya dikooptasi oleh partai-partai tertentu. Dengan tujuan supaya tidak ada calon presiden lain selain calonnya sendiri. Ketentuan itu juga ia anggap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena mengurangi, atau tidak memberikan, kesempatan yang sama bagi seluruh anak bangsa.