Senin 23 Oct 2017 20:03 WIB

Soal Pembakaran Masjid, Muhammadiyah Tempuh Jalur Hukum

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqoddas (tengah) saat menggelar jumpa pers terkait pembakaran masjid milik Muhammadiyah di Aceh di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (23/10) sore.
Foto: Fernan Rahadi/Republika
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqoddas (tengah) saat menggelar jumpa pers terkait pembakaran masjid milik Muhammadiyah di Aceh di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (23/10) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan akan menempuh jalur hukum terkait kasus pembakaran Masjid At-Taqwa di Desa Soangso Kecamatan Salamanga Kabupaten Bireun Aceh. Sebelumnya, Selasa (17/10) terjadi pembakaran masjid yang merupakan milik warga Muhammadiyah tersebut oleh sekelompok orang tak dikenal.

"Pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan dan pengusutan secara tuntas sampai menindak pelaku dan aktor intelektual sesuai hukum yang berlaku," ujar Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, Dr Busyro Muqoddas, dalam jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Senin (23/10).

Busyro mengatakan salah satu penyebab pembakaran masjid tersebut adalah adanya fitnah bahwa Muhammadiyah di Aceh berpaham Wahabi yang tidak sesuai dengan paham Aswaja. "Istilah Wahabi ini sangat sensitif dan telah banyak menimbulkan konflik. Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan Wahabi. Pembangunan masjid tersebut berasal dari dana swadaya warga Muhammadiyah, bukan dari Wahabi," kata Busyro menegaskan.

Oleh karena itu, kata Busyro, Muhammadiyah mengimbau kepada seluruh komponen kebangsaan agar tidak mudah memfitnah dan menuduh pihak lain yang tidak sesuai dengan paham keagamaannya sebagai paham Wahabi yang dapat menyebabkan dan menjadi sumber konflik dalam masyarakat.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid dan Tabligh, Yunahar Ilyas, menambahkan bahwa Muhammadiyah di seluruh nusantara ini berpaham sama. Jadi salah jika ada yang bilang Muhammadiyah di Aceh itu memiliki paham Wahabi. "Keputusan tentang paham agamma itu satu dan telah ditetapkan saat muktamar, jadi Muhammadiyah dimana-mana itu sama," kata Yunahar.

Yunahar berharap dalam beragama wajar jika terjadi perbedaan pendapat. Muhammadiyah, kata dia, berharap perbedaan pendapat itu bisa diatasi dengan cara-cara yang elegan sesuai ajaran-ajaran agama, yakni dengan cara dialog tanpa kekerasan. "Supaya Indonesia ini menjadi negara yang aman dan tidak terjadi konflik horizontal," kata Yunahar.

PP Muhammadiyah, kata Yunahar, meinta agar seluruh kekuatan Angkatan Muuda Muhammadiyah seperti KOKAM dan Tapak Suci serta warga Muhammadiyah untuk siaga menjaga dan mengamankan aset dan amal usaha Muhammadiyah di daerahnya masing-masing. "Karena kejadian seperti ini kalau dibiarkan sangat mengkhawatirkan. Kalau dibiarkan terus bisa menyebabkan konflik horizontal," kata Yunahar.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement