REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir tidak sepakat dengan wacana pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, kalau ingin memberantas korupsi, maka sebaiknya jangan ada lagi pembentukan lembaga penegak hukum.
"Jangan cawe-cawe dalam hal kaitannya dengan pemberantasan (korupsi). Ini urusannya administratif. Memberantas itu mencegah dan fungsinya pencegahan," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/10).
Muzakir pun heran dengan adanya gegap gempita Polri yang ingin ikut menegakkan hukum pada perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dengan mengatasnamakan pada pemberantasan tipikor. "Istilah pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menggunakan instrumen penegakan hukum itu melanggar konstitusi," tutur dia.
Sebab, menurutnya, dalam konstitusi, penegakan hukum itu mengacu pada pasal 24 UU Dasar 1945 yang kemudian dilanjuti dengan adanya UU Kekuasaan Kehakiman. Jika sekarang KPK, Kejaksaan dan Polri diberikan tugas memberantas korupsi, maka itu menjadi aneh. "Karena memberantas adalah mencegah," katanya.
Pencegahan tipikor, papar Muzakir, utamanya terletak pada sistem hukum administrasi yang berkaitan dengan good governance. Ini terkait manajemen pengelolaan keuangan negara dan manejemen pengelolaan sumber daya manusia, di seluruh kementerian atau lembaga dari tingkat pusat hingga daerah.
"Kalau pencegahan ini sudah terjadi, maka korupsi tidak terjadi. Kalau manajemennya diperbaiki, termasuk manajemen keaungannya diperbaiki, itu artinya potensi korupsi sudah dicegah berarti tidak ada tindak pidana korupsi," tuturnya.