REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala UKP Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) Yudi Latif mengatakan adanya hubungan yang terputus antara pelajar perkotaan dengan santri untuk menangkal radikalisme. Padahal, pelajar perkotaan dan santri tetap memiliki tanggung jawab yang sama yakni mengamalkan Pancasila.
Dalam pertemuannya dengan kelompok santri yang tergabung dalam Gerakan Nasional Kebangsaan Rakyat Indonesia (GNKRI), Yudi Latif berharap mata rantai yang terputus itu bisa disatukan oleh GNKRI. Potensi kaum santri merah putih seperti yang digalang oleh GNKRI dirasakan tepat untuk memberikan pencerahan Islam yang rahmatan lil alamin, moderat, dan menjaga semangat keindonesiaan secara bulat.
GNKRI dapat bersinergi dengan UKP PIP dengan program yang dimilikinya. Pertama, program inklusi sosial yang basisnya adalah pesantren dan kampus umum. Kedua, adalah keadilan sosial dimana perlunya mengatasi ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi.
"Dalam konteks kaum muda dan keumatan, perlu ada agenda khusus untuk akses pada sumberdaya ekonomi dan pembangunan kapasitas kewirausahaan agar daya tahan hidup dapat terjamin. Jika terwujud, maka ini merupakan sabuk keselamatan bangsa yang paling kuat, " ujar dia dalam audiensi dengan GNKRI di Kantor UKP PIP, Jakarta.
Ketua Umum GNKRI Marbawi mengatakan bangsa Indonesia yang bulat identitas kebangsaannya dan dalam membangun dirinya tidak bisa didikte oleh kekuatan-kekuatan luar manapun yang ingin mensubordinasi NKRI. "Dalam rangka itu, GNKRI akan menggarap desa, pesantren, kampus, industri, komplek, dan masjid sebagai tapak-tapak kebangsaan, " jelas dia.
Marbawi, yang juga Wakil Ketua Kwartir Nasional Pramuka Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Kerjasama (Renbangma) tersebut juga mengatakan bahwa ada empat hal yang bisa dilakukan secara gotong royong oleh UKP-PIP dan GNKRI. Pertama, intervensi moderasi pemahaman keagamaan yang cenderung sektarian. Kedua, kaderisasi kaum muda Pancasilais sebagai komponen potensial NKRI. Ketiga, endorsement UKP-PIP kepada GNKRI untuk melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) penggerak Pancasila bagi publik. Keempat, dukungan publikasi keindonesiaan/kepancasilaan.