REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar ancaman kesehatan menggunakan bioterorisme diwaspadai oleh seluruh pemangku kepentingan kesehatan. Bioterorisme ini merupakan bentuk terorisme dengan cara memasukkan bahan-bahan kimia atau biologis yang berbahaya ke dalam makanan dan minuman. Sehingga dapat menyebabkan ancaman kesehatan secara nasional dan global.
"Kita juga harus mewaspadai perkembangan teknologi yang disalahgunakan oleh teroris dengan bioterorisme. Sebuah bentuk terorisme dengan cara memasukan bahan-bahan kimia atau biologis yang berbahaya ke dalam makanan, minuman atau menyebarkannya dalam ruangan tertutup sehingga menyebabkan kepanikan internasional serta memunculkan ancaman kesehatan nasional dan global," kata Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10).
Presiden melanjutkan, seiring perkembangan teknologi yang semakin cepat, menyebabkan percepatan pergerakan informasi dan juga manusia. Namun tak hanya itu, penyebaran wabah penyakit pun juga akan semakin cepat terjadi.
Menurut dia, perkembangan kondisi global saat ini dapat mengakibatkan terjadinya penyebaran penyakit lama maupun penyakit baru yang menjadi ancaman kesehatan nasional dan dunia. "Ini yang kita semua harus waspadai," kata Presiden.
Kondisi dunia saat ini, di mana populasi dunia terus meningkat dan terjadi perubahan iklim yang ekstrem dapat menyebabkan adanya bencana alam maupun memicu munculnya penyakit menular yang akut serta kejadian luar biasa. Ia mencontohkan, seperti penyakit diare, kolera, tbc, dan hepatitis.
"Kita juga harus ingat pada flu burung, flu babi, SAS, Ebola, Antrax, bahkan HIV/AIDS. Alhamdulilah penyakit-penyakit itu sudah dapat dicegah penyebaran globalnya," tambah Jokowi.
Sementara itu, Panglima TNI Gatot Nurmantyo menambahkan, ancaman senjata biologis massal yang diciptakan untuk melumpuhkan negara lain dan dapat menciptakan epidemi perlu diwaspadai dari sisi pencegahan militer. Kerjasama antara negara, militer, dan masyarakat sipil pun perlu ditingkatkan.
"Kali ini menjadi sangat penting dan membutuhkan kerjasama antara sipil dan militer serta kerjasama antarnegara untuk mengatasinya," kata Gatot.